check it now

Waspada Hyper Parenting & Dampaknya bagi Perkembangan Buah Hati

Ketika orangtua terlalu mengontrol anak hingga mereka tak punya kebebasan untuk memilih. Hati-hati terjebak hyper parenting, Bun!

Daftar Isi Artikel

Memiliki anak yang baik dan unggul dalam berbagai hal tentu menjadi dambaan setiap orangtua. Itu sebabnya tidak sedikit orangtua yang bersedia bahkan rela melakukan segala cara agar tujuan tersebut tercapai. Meski maksudnya baik, namun dampak dari keikutsertaan orangtua secara berlebihan dapat membuat mereka terjebak dalam pola asuh hyper parenting.

Sebenarnya apa sih yang dimaksud hyper parenting? Seperti apa ciri-cirinya dan benarkah pola asuh ini dapat membuat anak merasa tidak bahagia?

Mengenal Hyper Parenting

Dijelaskan oleh Hertha Christabelle, M.Psi., Psikolog, hyper parenting atau intensive parenting atau hyper vigilance merupakan pola asuh di mana orangtua selalu memberikan perhatian dan kontrol berlebihan kepada anak. Mereka akan melibatkan diri secara berlebihan bahkan merasa tidak pernah cukup untuk hidup anaknya.

“Misalnya begini, kita sering beranggapan bahwa anak perlu melakukan berbagai aktivitas supaya pintar dan tumbuh kembangnya optimal. Atau ketika kita ingin si Kecil menjadi bintang kelas, maka kita akan mendaftarkannya untuk ikut les atau kelas tambahan tanpa memikirkan perasaan serta kondisi mereka,” terang Hertha.

Baca Juga : Helicopter Parenting, Pola Asuh Traumatis yang Bikin Anak Pasif!

Tanda-Tanda Hyper Parenting yang Sering Muncul Tanpa Disadari

Psikolog Bethsaida Hospital sekaligus founder @clarity.psychology tersebut mengatakan bahwa ada beberapa tanda-tanda orangtua telah terjebak dalam hyper parenting, yakni :

  • Terus menerus mengawasi anak dan khawatir apabila anak melakukan hal yang buruk atau tidak sesuai dengan keinginan orangtua
  • Mengecek aktivitas yang dilakukan anak secara berlebihan
  • Memberikan anak berbagai kegiatan supaya skill mereka lebih terasah
  • Menjaga anak dari rasa kecewa dan kegagalan secara berlebihan
  • Kerap merasa menjadi orangtua yang gagal apabila terjadi hal yang tidak sesuai dengan ekspektasinya
  • Selalu menginginkan anak menjadi sosok yang sempurna dan sesuai dengan keinginan orangtua

Benarkah pola asuh ini banyak memberi dampak negatif bagi perkembangan anak?

“Benar. Meski tujuannya untuk menjadikan anak unggul dan lebih baik, namun caranya yang kurang tepat,” kata Hertha.

Tuntutan dari orangtua, imbuh Hertha, rentan membuat anak stres bahkan depresi. Selain itu anak akan merasakan cemas yang berlebihan sehingga membuat emosinya sulit dikendalikan.

“Tak hanya itu, anak juga jadi kurang percaya diri dan tidak pandai bersosialisasi. Karena terbiasa dibantu, anak bisa jadi pribadi yang manja, tidak mandiri dan kesulitan dalam menyelesaikan masalahnya. Kontrol berlebihan dari orangtua juga dapat membuat anak kurang mendapat kesempatan untuk melakukan aktivitas yang diminatinya. Alhasil mereka jadi tidak mampu memahami potensi dalam dirinya,” lanjutnya.

Tips Agar Orangtua Tidak Terjebak dalam Pola Asuh yang Toxic

1. Pahami Tidak Ada Orangtua yang Sempurna

Setiap orangtua memiliki peluang untuk melakukan kesalahan atau kekurangan dalam mengasuh anak. Jadi tak perlu merasa bersalah atau cemas berlebihan.

2. Jadilah Contoh yang Baik untuk Anak

Karakter anak dibentuk melalui pola asuh yang diterapkan orangtua. Itu sebabnya penting untuk menjadi contoh yang baik bagi anak agar mereka dapat mencontohnya saat tumbuh dewasa.

3. Lebih Bijak Ketika Menerima Informasi

Perkembangan zaman memang memudahkan orangtua untuk mengakses berbagai informasi terkait dunia parenting. Namun jangan sampai FOMO. Bijaklah memilih mana metode parenting yang sesuai dan tidak untuk diterapkan pada anak.

4. Berikan Waktu untuk Anak Bersantai

Tak hanya orang dewasa yang bisa merasakan penat dengan berbagai aktivitas, tapi anak-anak pun demikian. Karenanya, berikan mereka waktu untuk bersantai, bermain, mengeksplor diri, dan mengasah kreativitas lewat aktivitas yang disukainya tanpa paksaan.

5. Hargai Pendapat dan Perasaan Anak

Setiap orangtua pasti ingin yang terbaik untuk anak. Tapi pastikan segala hal yang dilakukan anak tidak membuatnya merasa ‘terksiksa’. Cobalah untuk mendengarkan, menghargai pendapat serta perasaan anak.

6. Berikan Kepercayaan pada Anak

Berikan kepercayaan pada anak, biarkan anak memiliki kesempatan untuk mencoba dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

7. Membantu Sesuai Porsinya

Selalu menemani dan mendampingi tumbuh kembang anak bukan berarti terlalu ikut campur. Bantulah anak sesuai porsinya sehingga mereka tetap memiliki kemampuan untuk tumbuh mandiri dan lebih berani.

Pola Asuh yang Tepat untuk Anak, Seperti Apa?

Rasa sayang yang besar dari orangtua tanpa sadar kerap membuat mereka terlalu ikut campur atau mengontrol anak secara berlebihan. Alhasil mereka lupa bahwa anak juga punya hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.

“Kalau orangtua sudah terjebak dalam pola asuh hyper parenting bukan tidak mungkin kan anak akan merasa tertekan dan tumbuh dengan perasaan tidak bahagia?” katanya.

Lalu, pola asuh seperti apa yang tepat untuk menggantikan hyper parenting?

“Agar tumbuh kembang anak optimal, orangtua perlu memberikan kesempatan dan ruang kepada anak untuk memutuskan jalan hidup sesuai keinginannya. Selama pilihan anak masih ada di koridor yang benar, orangtua tak perlu cemas, khawatir atau ikut campur secara berlebihan. Belajarlah untuk seimbang antara mengarahkan, mengawasi, dan mengajari anak. Terakhir, jangan lupa berikan kesempatan anak untuk mencoba berbagai hal baru yang diinginkannya agar kelak mereka mampu bertanggung jawab dan mengatasi kesulitannya sendiri,” tutup Hertha.

Let's share

Picture of Nazri Tsani Sarassanti

Nazri Tsani Sarassanti

Daftar Isi Artikel

Updates