Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perkembangan saraf masa anak-anak yang paling umum ditemui. Gangguan ini menyebabkan anak tidak mampu atau sulit memusatkan perhatian (berkonsentrasi) pada hal detail, cenderung ceroboh dan berperilaku berbeda dari anak seusianya.
Anak dengan ADHD cenderung mencari perhatian yang lebih, mengendalikan perilaku impulsif atau dapat bertindak tanpa memikirkan konsekuensinya dan terlalu aktif.
Seorang psikolog anak dan keluarga dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani, M.Psi mengungkapkan bahwa penyebab utama ADHD adalah kelainan struktur otak tepatnya pada lobus temporal yang lebih kecil serta masalah pada neotransmitter.
“Penyebab lain ADHD bisa juga bisa karena keturunan atau faktor genetik. Sebab hampir 50% anak dengan ADHD memiliki orangtua dengan masalah yang sama.” ungkap Anna.
Bagaimana indikasi anak dengan ADHD ?
Lebih jauh Anna menjelaskan bahwa anak dengan ADHD dapat dilihat dari tingkah lakunya. Biasanya anak dengan ADHD tidak mampu mencerna instruksi dengan jelas atau bisa juga sangat responsif.
Tak hanya itu, anak ADHD juga bisa menjadi sangat emosional, suka membenturkan kepala, tidak fokus, meletup-letup, tidak bisa diam, suka membuat keributan bahkan sering menghilangkan barang.
“Gejala-gejala tersebut dapat dilihat pada anak usia 3-4 tahun. Sementara bayi yang mengalami ADHD biasanya lebih peka terhadap cahaya, mudah frustasi (rewel), tidak suka disentuh atau ditimang, sulit tidur, dan susah makan.” jelas Anna.
ADHD dapat menyerang siapa saja, terutama pada kasus ADHD yang disebabkan faktor genetik. Selain itu, gangguan ibu pada masa kehamilan seperti infeksi, keracunan obat, rokok, prematur, postmatur juga bisa meningkatkan risiko anak menderita ADHD.
Meski dapat menyerang siapa saja, namun anak laki-laki memiliki risiko tiga kali lebih tinggi didiagnosis mengalami ADHD dibandingkan anak perempuan. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor genetik atau faktor hormon.
“Sebetulnya tidak sedikit juga anak perempuan yang mengalami ADHD, namun kebanyakan gagal terdeteksi hingga remaja-dewasa karena faktor lingkungan sekitar yang tidak mengizinkan perilaku ADHD tersebut tumbuh. Sementara anak laki-laki dengan perilaku hiperaktif (ADHD) dianggap lebih umum di masyarakat.” tambahnya.
Dampak ADHD terhadap perkembangan anak
Lebih jauh lagi, Anna memaparkan bahwa ADHD memiliki dampak yang besar pada kehidupan sosial anak. Anak dengan ADHD akan sulit menjalin relasi yang baik dengan teman sebayanya. Apa yang anak ADHD pikirkan, rasakan, dan lakukan tidak terkoordinasi dengan baik. Banyaknya ide di kepala mereka akan spontan diutarakan tanpa penataan kata-kata yang runut.
“Jadi, bagi anak ADHD baik rasa suka maupun tidak suka, semuanya langsung mereka ekspresikan secara “blak-blak”-an, sehingga tidak jarang membuat orang lain tersinggung, sementara mereka sendiri tidak mempedulikannya. Hal tersebutlah yang membuat mereka tidak mudah diterima oleh teman sebayanya, sehingga kualitas pertemanan memburuk.” papar Anna.
Selain itu, kesulitan berkonsentrasi juga sering membuat mereka menjadi anak mal-prestasi (under-achievement) di sekolah sehingga memicu efek buruk lain seperti rasa tidak percaya diri yang parah bahkan depresi kronis.
Lalu apakah ADHD bisa disembuhkan?
Pada dasarnya ADHD bukan penyakit, jadi tidak bisa disembuhkan. Meski demikian, ADHD bisa diredam dengan tindakan penanganan yang sesuai. Pengobatan bagi penderita ADHD bisa berupa obat-obatan atau terapi.
Obat-obatan yang sering diberikan oleh dokter biasanya berupa stimulan atau antidepresan—seperti ritalin, dexedrine, desoxyn, adderal ataupun clonide—untuk mengontrol sikap hiperaktifnya sehingga mereka bisa lebih fokus.
Selain itu, ADHD juga bisa diredam dengan memadukan terapi perilaku (behavior) dan kognitif. Terapi perilaku membantu anak untuk lebih bisa mengontrol sikapnya sekaligus merangsang kemampuan dan kepekaan sosial mereka.
Sedangkan Terapi perilaku kognitif ditujukan untuk membantu seseorang mengendalikan pikiran dan emosi yang akan diwujudkan pada perilaku yang lebih positif. Terapi ini akan melatih anak dengan ADHD untuk berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak.
Adapun cara lain yang bisa dilakukan yakni melalui terapi musik. Dengan memperdengarkan CD terapi musik, anak akan merasa lebih tenang sehingga bisa membantu menghilangkan symptom ADHD.
Selain membuat anak lebih tenang, memutar musik terapi sebelum dan selepas tidur selama 30 menit secara rutin setiap hari juga dapat meningkatkan konsentrasi dan menormalkan perilaku anak.
“Beberapa jalan penyembuhan dan terapi tersebut tetap harus diimbangi dengan perhatian, pendampingan, dan suasana emosi positif dari orangtua. Sebab hal tersebut dapat memberikan jaminan adanya hasil yang lebih baik. Dengan demikian, secara psikologis, anak akan merasa dirinya lebih diterima. Sementara orangtua akan menemukan kenyataan sulitnya perjuangan anak dalam belajar, alhasil orangtua dapat lebih bersabar dan memberi dukungan kepada anak.” tutup Anna.