Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan psikologi, para ahli telah mengumpulkan ada beberapa jenis pola asuh di dunia ini. Menurut Alia Mufida, M.Psi yang sehari-hari berpraktik sebagai psikolog di Klinik Mentari Anakku, setidaknya ada 2 jenis pola asuh yang paling terkenal dan saling bertolak belakang, yaitu otoriter dan demokratis.
Pada jenis otoriter, anak dipaksa untuk selalu mengikuti perintah orangtua. Mereka cenderung tidak diberikan penjelasan mengapa aturan itu diterapkan. Intinya anak harus selalu ikut apa kata orang tua, jika si ayah mengatakan A maka harus A, bila ibu ingin B maka harus B. Tak ada tawar menawar sehingga inilah mengapa pola otoriter ini kerap disebut seperti tembok batu.
“Di pola otoriter terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan dan responsif. Orangtua banyak menuntut tapi kurang responsif pada kebutuhan anak,” jelas psikolog yang akrab disapa Fida ini.
Selanjutnya ada pola asuh yang disebut dengan demokratis. Pola asuh jenis inilah yang sebenarnya disarankan oleh banyak ahli termasuk Fida. Jenis ini digambarkan seperti pohon, dimana akarnya diibaratkan sebuah aturan, sementara anak-anak sebagai pucuknya. Diyakini dengan pola asuh yang demikian akan membuat anak-anak tetap bisa bereksplorasi namun tetap berpegangan pada batasan atau aturan yang telah ditetapkan.
Lalu, ada dampak nyata dari pola asuh demokratis terhadap anak? Fida pun menjelaskan, berhubung pola asuh demokratis memberikan kasih sayang yang cukup dan diimbangi dengan aturan yang jelas, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan juga kedepannya dapat mengambil keputusan sendiri atau dengan kata lain jadi terdorong untuk mandiri.