Penantian panjang itu akhirnya berakhir. Calon ibu sangat bahagia karena mengetahui tengah mengandung. Namun, kebahagiaan itu sirna tatkala dirinya juga dinyatakan positif COVID-19.
Kekhawatiran pun mulai muncul. Apa yang harus dilakukannya? Apakah calon bayinya juga akan tertular? Bagaimana prosedur persalinan dan cara merawatnya?

Dokter Sandy Prasetyo, SpOG dari Rumah Sakit Brawijaya Antasari, Jakarta, mengatakan, kecemasan yang dialami ibu hamil saat terpapar COVID-19 bisa dipahami. Apalagi belum banyak riset yang bisa jadi acuan karena COVID-19 terbilang baru.
Meski Demikian, dr Sandy juga mengatakan, ada kabar menggembirakan dari penelitian yang dilakukan dengan sampling air ketuban serta darah dari tali pusat ibu hamil yang terpapar COVID-19. Hasilnya, meski ibu positif, bayi yang lahir ternyata negatif atau tidak terjangkit.
Penanganan
Lebih lanjut dr Sandy mengatakan, jika ada kasus ibu hamil terjangkit COVID-19, maka ada dua hal yang harus segera ditangani dan dipantau. Pertama terkait dengan kehamilan dan bayi, mulai dari proses check up hingga kelahiran. Kedua penanganan ibu yang positif COVID-19.
Di masa kehamilan, check up kondisi janin tetap diperlukan, hanya saja ada pembatasan tertentu. Pembatasan itu berkaitan dengan minimalisasi kontak antara tenaga medis dan ibu hamil yang terpapar COVID-19. Dalam keadaan tertentu ada pembatasan kunjungan check up sesuai dengan kondisi ibu.
“Fokusnya tergantung pada seberapa parah gejala COVID-19 yang diderita ibu dengan mepertimbangan berbagai faktor lainnya,” terang dr Sandy.
Untuk penanganan kondisi klinis ibu hamil yang akan melahirkan pun sangat tergantung pada seberapa parah paparan COVID-19 yang dialami.
“Bagaimana kondisi paru-parunya, seberapa sesak napasnya, sehingga untuk menyelamatkan nyawa perlu dilakukan resusitasi. Ini akhirnya berujung pada pilihan, apakah akan melahirkan si bayi terlebih dahulu atau memberikan pertolongan yang optimal kepada ibu,” tutur dokter yang juga berpraktik di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bina Medika Jakarta ini.
Proses persalinan pun terang dr Sandy, harus dilakukan di rumah sakit yang menjadi rujukan COVID-19. Peraturan itu harus dipatuhi karena berhubungan dengan ketersediaan peralatan lengkap, baik untuk melahirkan maupun kebutuhan alat pelindung diri (APD) tenaga medis.
Normal Atau Caesar?
Ketika tanggal persalinan sudah dekat, maka muncul pertanyaan apakah bisa melahirkan secara normal atau harus caecar?
Sekali lagi, semuanya sangat tergantung pada kondisi kehamilan. “Jika bukaan kelahiran ibu lengkap, maka bisa melakukan persalinan secara normal,” jelas dr Sandy.
Hanya saja, tambahnya, setelah proses melahirkan selesai, ada prosedur isolasi yang harus dilakukan. Isolasi di sini adalah tindakan untuk segera memisahkan bayi yang baru lahir dengan ibunya untuk menghindari kemungkinan penularan.
Pemberian ASI
Bagaimana dengan Inisiasi menyusui dini (IMD) yang biasa dilakukan dengan meletakan bayi yang baru lahir ke dada ibu? Dokter Sandy tidak menganjurkan IMD dilakukan pada ibu yang terjangkit COVID-19.
Dia juga tidak menyarankan pemberian ASI secara langsung (kontak ibu dan bayi), meski badan kesehatan dunia (WHO) memperbolehkan dengan syarat si ibu harus menggunakan APD lengkap.
Dokter Sandy menawarkan cara lain agar bayi tetap bisa mendapatkan ASI eksklusif. “Ini bisa dilakukan dengan memerah ASI, menyimpan, dan memberikan pada buah hati. Cara ini tetap memungkinkan bayi menerima ASI ekslusif,” tegasnya.