Kelainan kromosom di masa kehamilan menjadi momok menakutkan bagi para Ibu Hamil. Di Indonesia sendiri, jumlah kasus kelainan kromosom saat hamil mencapai lebih dari 200.000 kasus per tahunnya. Sekitar 4.000an kasus di antaranya menyebabkan kelahiran bayi dengan kelainan bawaan down syndrome.
Lantas, apa sih kelainan kromosom saat hamil itu? Kenapa bisa menyebabkan down syndrome?
Baca Juga: Jangan Panik! Do’s & Don’ts Saat Si Kecil Demam!
Apa Itu Kelainan Kromosom?
Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Eka Hospital BSD, dr. Valencia Astri Yuwono, BMedSc., Sp. OG., buka suara tentang hal ini. Menurutnya, kelainan kromosom saat hamil merupakan kelainan bawaan yang terbentuk sejak janin berada dalam kandungan.
Kondisi ini dapat terjadi karena berbagai faktor, mulai dari masalah genetika maupun muncul dengan sendirinya. Kelainan kromosom seringkali disebabkan oleh masalah pada sel sperma Ayah dan sel telur Bunda.
“Masalah kelainan kromosom ini dapat terjadi berdasarkan jumlah kromosom maupun struktur kromosomnya,” terang dokter Valencia.
Selain itu, usia Bunda saat mengandung turut bermain peran dalam terjadinya kelainan kromosom pada janin. Menurut dokter Valencia, semakin tinggi usia Bunda ketika mengandung, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya kelainan kromosom pada janin yang dikandung.
Menurut data, kehamilan Bunda dengan usia di atas 30 tahun memiliki risiko kelainan kromosom sebesar 1:80. Sementara itu, kehamilan di atas usia 40 tahun risiko kelainannya mencapai 1:60.
Apa Hubungan antara Kelainan Kromosom dengan Down Syndrome?
Normalnya, manusia memiliki 23 pasang kromosom di setiap sel tubuhnya. Jumlah ini didapat dari separuh kromosom Ayah dan separuh kromosom Bunda. Totalnya adalah 46 kromosom termasuk pula kromosom seks yang berisi kromosom X dan Y.
Dalam kasus kelainan kromosom, yang paling umum terjadi adalah kegagalan pembelahan kromosom 21 yang menyebabkan embrio memiliki 3 salinan kromosom 21. Seharusnya, kromosom 21 hanya memiliki 2 salinan saja. Kondisi inilah yang disebut dengan down syndrome.
“Tambahan materi genetik (kelebihan kromoson 21 atau Trisomi 21) menentukan perkembangan tubuh dan otak anak down syndrome. Hal ini menyebabkan anak-anak dengan sindrom down memiliki spektrum karakteristik yang luas,” papar dokter Valencia.
Bayi yang lahir dengan sindrom down akan mengalami gangguan tumbuh kembang dan ciri khas yang membuat bentuk fisiknya berbeda dari anak normal. Ciri khas anak dengan down syndrome, ialah:
- Sudut luar mata yang mengarah ke atas
- Memiliki telinga yang kecil
- Leher yang lebih pendek
Pertumbuhan bayi dengan sindrom ini juga cenderung terhambat. Sebab, mereka memiliki adanya masalah pada perkembangan intelektual dan keterlambatan kognitif.
Apakah Bunda Bisa Deteksi Dini Gejala Down Syndrome Sejak dalam Kandungan?
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Eka Hospital BSD ini menyebut ada dua tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dini kelainan kromosom. Di antaranya adalah:
- Screening Test. Tes yang satu ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan USG 11-14 minggu. Hal tersebut berguna untuk melihat ketebalan tengkuk leher dan tulang hidung janin. Selain itu, screening test juga dapat dilakukan dengan pengecekan darah Bunda. Caranya adalah dengan melakukan NIPT (Non Invasive Prenatal Testing) untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan genetika yang lain.
- Diagnostic Test. Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengidentifikasi adanya kelainan trisomi 21 pada janin. Jika hasil dari screening test menunjukkan tinggi risiko Down Syndrome, maka akan dilakukan tes tambahan untuk mengecek kromosom langsung dari janin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan mengambil sample dari plasenta (Chorionic Villus Sampling/CVS) atau dari cairan ketuban (amniosentesis).
Kondisi Ini Apakah Bisa Dicegah?
Dokter Valencia menyebut, hingga kini belum ada cara yang terbukti mampu mencegah terjadinya penyakit akibat kelainan kromosom sejak dalam kandungan. Meski begitu, penting untuk Ayah dan Bunda mempertimbangkan usia Bunda. Sebab, salah satu faktor risiko tertinggi terjadinya down syndrome pada anak ialah usia Bunda di atas 35 tahun saat hamil.
Pengecekan riwayat keluarga juga bisa menjadi salah satu pencegahan terjadinya risiko kelainan kromosom saat hamil. “Jika memang ada riwayat kelainan genetika dalam keluarga, maka sebaiknya Ayah dan Bunda melakukan konseling genetika terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk memiliki momongan,” jelasnya.
Hal ini penting, agar Ayah dan Bunda bisa mendapatkan informasi yang lebih komprehensif tentang peluang dan risiko yang mungkin akan dihadapi dalam masa kehamilan nanti.