orangtua justru menjadi overprotektif. Perlakuan overprotektif tersebut bisa mengganggu kebebasan anak untuk bereksplorasi sehingga akan menghambat rasa percaya diri.
“Pola asuh yang overprotektif bisa saja membuat anak tunggal menjadi cenderung lebih tertutup sehingga kurang mampu mengekspresikan dirinya. Sehingga kemampuan yang dimilikinya bisa saja tertutup oleh perasaan malu atau minder.” papar Romy lebih lanjut.
Untuk mencegah hal tersebut, Romy mengatakan kalau orangtua bisa menerapkan pola asuh demokratis; yakni orangtua menghargai hak dan pendapat anak serta tidak memaksakan kehendaknya kepada anak.
Biar bagaimana pun orangtua harus mengganggap anak tunggal sebagai pribadi yang merdeka dan mandiri. Dengan begitu ia pun akan memiliki rasa percaya diri tinggi, pandai bergaul dan peduli atau mengasihi sesamanya.
“Jangan lupa untuk mengajari kebiasaan berbagi dari apa yang dimiliki kepada orang lain agar jiwa sosialnya dapat terasah sejak dini. Sebab tempat yang paling baik untuk memulai semua itu adalah melalui keluarga, khususnya orangtua.” tukas Romy lagi.
Selain orangtua, perlakuan orang-orang terdekat kepada anak tunggal juga perlu dibenahi. Artinya jangan sampai mereka memperlakukan anak tunggal dengan sangat istimewa. Ingatkan mereka, sekalipun anak tunggal melakukan kesalahan, ia pun perlu ditegur supaya tidak mengulangi hal tersebut.
“Intinya, posisikan anak tunggal sebagaimana mestinya. Jangan sampai memposisikan ia sebagai anak emas. Sebab, meskipun anak tunggal, ia tetap memiliki lingkungan di luar rumah serta tanggung jawab sebagai manusia mandiri.” tutup Romy.