Peran orang tua dalam kehidupan anak merupakan faktor penting dalam mendukung pertumbuhan, baik fisik maupun mental.
Jangan sampai anak merasa bahwa dirinya “diabaikan” oleh orang tuanya. Contohnya, saat anak hendak menceritakan hal yang terjadi padanya di sekolah, tiba-tiba Bunda/Ayah memberikan tanggapan yang kurang menyenangkan atau bahkan mengabaikannya karena sibuk mengurus pekerjaan.
Hati-hati, sebab pengalaman tersebut bisa membekas dan membuat anak menjadi pribadi yang sulit terbuka.
Karena itulah, menurut Komisioner Komnas Anak sekaligus praktisi pendidikan, Lia Latifah, orang tua perlu memahami fase perkembangan anak supaya anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang memiliki daya pikir cerdas, percaya diri, bertanggung jawab, dan menghargai sesama.
Berikut tiga fase usia anak yang dapat dipahami oleh orang tua.
Fase 1 : usia 0-6 tahun
Pada fase ini orang tua berperan sebagai teladan. Sebab pada usia ini anak sudah mulai membentuk karakter dengan melihat, meniru, dan membandingkan dirinya dengan orang disekitarnya, terutama orang tua.
“Satu hal yang patut diingat, anak di usia ini seperti spons; semua yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa di sekelilingnya akan ditiru 100% oleh anak,” ungkap Lia.
Untuk itu orang tua perlu menempatkan dirinya sebagai teladan bagi anak dengan memperhatikan empat hal penting.
Pertama, menjaga perkataan saat berkomunikasi dengan anak. Hal ini bertujuan agar anak santun dalam berbahasa dan berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.
Kedua, mencontohkan dan menjaga perilaku atau sikap yang baik.
Ketiga, dalam memecahkan masalah atau konflik, orang tua harus menghindari pemecahan masalah dengan kekerasan, baik verbal maupun fisik.
Keempat, jika orang tua melakukan kesalahan, segeralah minta maaf. Dengan demikian anak akan belajar untuk meminta maaf terhadap kesalahan yang mereka lakukan.
Fase 2 : usia 6-12 tahun
Anak usia 6-12 tahun umumnya sudah memasuki pendidikan formal. Karenanya pada fase ini orang tua perlu berperan layaknya sahabat bagi mereka.
“Sahabat adalah seseorang yang membuat kita nyaman untuk bercerita, mendengarkan, dan sosok yang dapat dipercaya. Harapannya ketika orang tua bisa berperan sebagai sahabat, anak-anak akan menemukan bahwa orang yang bisa dipercaya itu adalah orangtuanya. Sehingga mereka tidak akan lari atau menceritakan masalahnya kepada orang lain,” ujar Lia.
Saat menjadi sahabat, Lia menyarankan agar orang tua lebih mengutamakan mendengarkan.
Contohnya saat anak pulang sekolah, dengarkan keluh kesah atau pengalamannya saat di sekolah. Lalu berikan respon yang baik, jangan merespon anak dengan nada yang keras atau mengomelinya.
Dengan begitu, anak tak akan segan atau ragu untuk selalu minta saran kepada orangtuanya.
Selain itu, pada fase ini anak akan memiliki rasa penasaran yang besar sehingga pastinya akan muncul banyak pertanyaan. Peran orang tua sebagai sahabat di sini adalah menjawab pertanyaan anak dengan sabar.
Saat orang tua bingung atau tidak mengetahui jawabannya, jangan serta merta mengatakan “Tidak tahu” atau justru melarangnya menanyakan itu.
Namun, mintalah anak untuk memberi waktu untuk mencari tahu jawaban yang benar misalnya dengan berkata “Untuk pertanyaan itu Ayah/Bunda akan mencari tahu jawabannya dulu ya.”
Fase 3 : usia 12 tahun ke atas
Pada rentang usia yang lebih dewasa, orang tua perlu berperan sebagai konsultan bagi anak. Sebab pada usia ini anak sudah memiliki ego dan keinginannya sendiri. Jadi, apabila orang tua bertindak keras kepada anak, justru mereka akan semakin menjauh.
“Kalau konsultan itu ketika ada pasien bertanya, ia baru menjawab. Jadi jangan anak belum melakukan apa-apa sudah dilarang. Ingat, anak harus belajar menemukan masalahnya dan dapat menyelesaikan masalahnya dengan kemampuan dirinya,” tegas Lia.
Terkadang, ada saatnya anak akan datang ke orang tua saat mereka merasa buntu dan tidak bisa memecahkan masalah.
Saat itulah orang tua bisa memberikan saran dan pemecahannya. Secara otomatis anak menjadi tahu kapan harus bergantung kepada orang tua dan kapan harus memutuskan sendiri.
Selain itu, orang juga bisa berperan sebagai motivator.
Anak pada usia tersebut kebanyakan sudah memiliki pilihan sendiri dalam berbagai hal. Selama baik dan tidak keluar dari koridor, maka orang tua hanya perlu mendukung dan mendorongnya dalam merealisasikan pilihannya.
“Jadi ingat ya, orang tua perlu melaksanakan peranan yang diseusaikan dengan fase perkembangan anak. Dengan demikian, mereka pun kita dapat tumbuh dengan baik,” tutup Lia.