Anak stunting ternyata tak hanya disebabkan oleh malnutrisi kronis, tetapi juga berhubungan dengan beragam masalah pencemaran lingkungan.
Masalah lingkungan yang bisa menjadi penyebab stunting ini, dipengaruhi oleh tempat tinggal, kualitas air dan udara yang telah tercemar.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan anak yang prosesnya dapat dimulai sejak janin di dalam rahim, hingga setelah si kecil lahir.
Periode penting yang menjadi parameter tumbuh-kembang anak ini disebut sebagai 1.000 hari pertama kehidupan. Waktunya dimulai sejak lahir hingga usia sekitar 2 tahun.
Seperti yang telah Bunda ketahui, stunting biasanya terjadi karena nutrisi Bunda yang tidak tercukupi selama masa kehamilan.
Kekurangan gizi selama janin berada di kandungan dan kurangnya ASI eksklusif hingga usia 6 bulan juga ditengarai menjadi penyebab stunting.
Baca Juga: Kenali ‘Hidden Hunger’, Penyebab Anak Stunting
Meski begitu, jurnal The Lancet yang diterbitkan Zulfikar A. Bhutta dari Hospital for Sick Children University of Toronto menunjukkan data yang mengejutkan.
Jurnal yang terbit pada 2013 ini menunjukkan bahwa besarnya intervensi gizi dalam mengurangi stunting hanyalah sebesar 20%. Faktor yang berpengaruh paling besar dalam memicu stunting pada anak ternyata adalah pencemaran lingkungan.
1. Kualitas Air yang Buruk dan Terkontaminasi Timbal
Peneliti dari Child Health Research Centre, The University of Queensland, Australia, Dwan Vilcins menulis laporan tentang hubungan kualitas air dengan stunting pada 2018.
Laporan yang dimuat dalam Annals Global Health merinci beberapa faktor lingkungan yang terbukti dapat menyebabkan kondisi tersebut.
Faktor lingkungan dan kualitas air yang dimaksud seperti buruknya sanitasi, pembuangan limbah dan kotornya lantai tempat bermain anak.
Vilcins berpendapat, ketiga hal tersebut dapat menyebabkan infeksius di dalam lingkungan atau peningkatan risiko paparan agen tersebut.
Infeksi ini secara kronis dapat menyebabkan malfungsi nutrisi, menghalangi tubuh menyerap mikronutrien tertentu dan mengurangi asupan makanan.
Kualitas air yang buruk juga perlu mendapat perhatian yang besar di Indonesia. Bunda perlu tahu, sumber air minum kita banyak terkontaminasi logam berat, terutama merkuri dan timbal.
Sumber air PDAM di Indonesia berasal dari sungai, namun masih banyak industri yang membuang limbahnya ke sungai. Selain mencemari air sungai, masalah ini juga merembet dan mengontaminasi air tanah.
Buruknya kualitas air ini bahkan berkesinambungan dengan mutu pangan Indonesia. Asosiasi Profesi Keamanan Pangan Indonesia (APKEPI) pernah meneliti tempe yang tercemar logam berat.
Setelah diteliti lebih jauh, sumber masalahnya berasal dari air yang dipakai untuk mengolahnya. Mungkin banyak Bunda yang merasa aman dan steril ketika mengonsumsi air keran yang telah direbus.
Cara tersebut memang ampuh dalam membunuh kuman dan bakteri yang ada di air, namun hal ini tak bisa menghilangkan kontaminasi logam berat di dalamnya.
2. Anak Stunting Disebabkan Polusi Udara yang Terpapar PM 2.5
Penelitian yang dikemukakan Sheela S. Sinharoy dari Rollins School of Public Health, Emory University pada 2020 mengemukakan bahwa polusi udara merupakan faktor penting penyebab stunting.
Hal ini diperkuat dengan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018 yang menunjukkan 98% anak di bawah 5 tahun terpapar polusi udara di level yang membahayakan. Fenomena ini kerap terjadi di negara miskin dan berkembang seperti Indonesia.
Indonesia dalam data IQAir menjadi negara dengan tingkat pencemaran udara PM 2,5 terburuk di Asia Tenggara. Jakarta sendiri menjadi kota dengan tingkat polusi udara terburuk ke-20 dari semua kota di dunia.
Pencemaran udara ini tentunya berasal dari industri, kebakaran hutan dan asap kendaraan. Hal ini juga bisa berasal dari aktivitas rumah tangga seperti pembakaran sampah, kayu dan arang, hingga asap rokok.
Xiangyu Li dari School of Health Science Wuhan University menulis jurnal berjudul Environmental Pollution yang menunjukkan hubungan antara pencemaran udara dengan stunting.
Peningkatan paparan polusi udara di masa prenatal, khususnya paparan terhadap PM 2,5, terbukti meningkatkan resiko kelahiran prematur dan berat lahir rendah.
Resiko stunting setelah kelahiran juga meningkat hingga 19 persen jika bayi terpapar polusi udara rumah tangga setelah lahir.
Ginanjar Syuhada dari Environmental, Climate, and Urban Health Division, Vital Strategies, Singapura mencoba meneliti jumlah korban akibat paparan polusi udara di Jakarta.
Hasilnya, ada lebih dari 10.000 kematian dan lebih dari 5.000 pasien rawat inap yang disebabkan oleh polusi udara setiap tahunnya.
Pada anak-anak, polusi udara menyebabkan 6.100 kasus anak stunting, 330 kematian bayi, dan 700 bayi dengan masalah kesehatan setiap tahunnya.
3. Infeksi Kimia dan Bakteri Melalui Makanan
Kementerian Kesehatan Yogyakarta dan tim Journal of Nutrition and Dietetics pada 2020 meneliti tentang faktor-faktor yang menyebabkan anak stunting.
Studi ini menemukan, faktor yang paling signifikan adalah ukuran lahir (berat lahir kecil dan pendek), orangtua bertubuh pendek, dan faktor sosial. Tingkat pendidikan dan ekonomi orangtua juga berpengaruh terhadap kondisi anak.
Selain itu, stunting ternyata tak hanya disebabkan oleh tiga faktor di atas, melainkan juga faktor lingkungan di sekitarnya.
Senior Advisor Lembaga riset dan advokasi bahan kimia dan imbah Nexus3, Yuyun Ismawati meyampaikan bahwa lingkungan sangat berhubungan dengan gizi anak.
Ia menyebut, anak-anak itu bukan orang dewasa versi mini. Paru-paru anak masih belum sempurna, sistem sirkulasi darah dan filter di badan mereka masih belum matang.
Oleh sebab itu, polusi apa pun yang berasal dari udara, air, tanah maupun makanan akan mudah dihirup dan dicerna sistem metabolisme mereka.
Sumber pencemar kimia dan logam berat yang menyebabkan anak stunting harus diatasi agar pencemarannya tidak semakin meluas.
Ibu hamil dan si kecil juga harus diberi proteksi lagi. Pastikan makanan dan minuman yang dikonsumsi aman dari segala jenis pencemaran.
Bunda juga harus tegas, jika ada anggota keluarga yang merokok di rumah, maka jangan biarkan ia dekat dengan anak. Merokok harus di luar rumah.
Penggunaan masker ketika keluar rumah juga diperlukan. Bukan hanya karena mengurangi resiko terpapar Covid-19, tetapi juga menjaga diri dari pencemaran udara yang semakin buruk.