Perbedaan fisik seringkali membuat anak didera rasa minder. Bila hal tersebut dibiarkan bisa membahayakan masa depannya. Karenanya, orangtua harus mencari cara untuk mengatasinya.
Pada hakikatnya, setiap anak adalah anugrah. Bagaimana pun rupa dan kepribadiannya, mereka tercipta dengan sempurna. Namun sayangnya, terkadang lingkungan memberlakukan standar tersendiri sehingga saat anak tidak bisa memenuhi standar yang sudah ditentukan, maka ia akan langsung tahu bahwa dirinya berbeda.
Sebagai contoh, seorang anak terlahir dengan warna kulit yang jauh lebih hitam ketimbang saudaranya, atau dirinya dinilai tidak sepintar kakaknya. Bisa juga karena ia menjadi anak paling gemuk dari seluruh anggota keluarga.
Hal-hal tersebut seharusnya lumrah dan bukanlah masalah besar. Pasalnya Tuhan telah menciptakan setiap pribadi dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitupun dengan kekurangan dan kelebihan dari si keci, bukan?
Namun terkadang, pihak keluarga justru menjadikan hal tersebut sebagai lelucon dan menggodanya karena kekurangan yang dimilikinya.
Bagi sebagian orang, mungkin hal itu hanya sebatas candaan. Tetapi bila dibiarkan, bisa membuat anak bepikir ada yang salah pada dirinya sehingga orang-orang berperilaku demikian. Dengan begitu, anak bisa saja merasa minder bahkan kehilangan rasa percaya diri.
Psikolog anak dan keluarga dari Universitas Maranatha Bandung, Efnie Indriani, M.Psi menjelaskan, kasus seperti ini paling dominan terjadi pada anak perempuan. Mirisnya, ia mengungkapkan bahwa yang menjadi pemicu rasa minder karena fisik tidak jarang adalah orang terdekat (keluarga) yang kerap memberi penilaian tertentu kepada anak perempuan lebih intens ketimbang anak laki-laki.
“Fisik adalah hal pertama yang dilihat sebagai bentuk performance. Tapi sayangnya dari fisik ini pula sering menjadi perbandingan antara satu anak dengan anak lainnya. Padahal, anak justru merasa bingung bila terus dibanding-bandingkan.” tutur Efnie.
Parahnya, tidak jarang dari perbandingan tersebut, orang terdekat sampai memberi julukan atau panggilan konyol bagi sang anak. Misalnya, “si gendut”, “si hitam”, “si pesek”, dan lain sebagainya.
Tanpa disadari, julukan dengan konotasi negatif ini akan selalu melekat dalam ingatannya. Bahayanya, bila anak menyetujui penilaian tersebut, maka ia akan tumbuh dengan bayang-bayang “berbeda”.
Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan agar anak dapat tumbuh dengan sewajarnya tanpa khawatir merasa berbeda.
1. Buat anak merasa nyaman dengan dirinya
Memberi pengertian pada anak soal perbedaan fisik memang bukan hal mudah, namun orangtua bisa melatihnya untuk selalu bersyukur. Melalui rasa syukur, anak akan menghargai dan mencintai dan menerima dirinya apa adanya.
Selain mengajarinya soal perasaan syukur, jangan lup berikan pemahaman bahwa semua makhluk ciptaan Tuhan adalah sempurna, termasuk dirinya. Dengan pemahaman ini, ia akan memiliki self consept yang positif, sehingga bila anak terjun ke lingkungan sosial yang lebih luas dan menemui teman yang berbeda, ia akan merasa nyaman dengan dirinya sendiri sekaligus bisa menghargai teman-temannya.
2. Kembangkan potensi yang dimiliki anak
Anak berprestasi tentu memiliki rasa percaya diri tinggi. Maka, orangtua jangan sampai hanya terfokus pada perbedaan fisiknya. Mulailah coba untuk menggali bakat dan minat anak.
Tak hanya itu, orangtua juga harus memperkenalkan anak pada beragam aktivitas positif. Jangan lupa untuk memberi dukungan penuh atas kegiatan yang disukainya.
Pasalnya, bagi anak, kepercayaan dan dukungan dari orangtua akan memberikan kesempatan dan rasa bangga untuk mengembangkan kemampuannya. Bila ia berhasil membuktikan prestasi melalui kegiatan yang diminatinya, niscaya ia tidak akan merasa “berbeda” lagi.
Setelah itu, jangan sungkan untuk memberinya pujian atau penghargaan atas segala keberhasilan dan kemajuan yang ia capai. Hal tersebut dilakukan agar anak merasa kerja kerasnya dihargai oleh orang lain, terutama orangtuanya.
3. Berhenti memberikan julukan “negatif” pada anak
Disadari atau tidak, orangtua sering menjadi aktor utama bila anak merasa dirinya berbeda. Mengapa? Pasalnya seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa tidak jarang orangtua memberikan label “negatif” pada anak.
Cobalah untuk menghargai dan menganggap anak sebagai seorang pribadi. Oleh sebab itu, stop menggangap kekurangan fisik sebagai hal yang lucu. Jangan memberi stigma (label/cap) semisal gemuk, pendek, hitam, pesek, dan sebagainya yang membunuh rasa percaya diri anak.
Selain itu, orangtua juga perlu berhati-hati dalam memilih kata untuk berkomunikasi dengan anak. Apalagi, perkataan negatif umumnya akan lebih mudah tersimpan dalam memori ketimbang pujian.