Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengatakan bahwa 45% dari kematian balita didominasi oleh bayi yang baru lahir. Di mana 75% di antaranya tercatat meninggal pada minggu pertama kelahiran. Sementara 25-45% lainnya meninggal pada 24 jam pertama kehidupannya.
Ketika diteliti, penyebabnya pun beragam. Mulai dari kelahiran prematur, cacat bawaan, infeksi, hingga kematian mendadak atau SIDS. Selain itu, ada satu kondisi bernama asfiksia yang juga merupakan penyebab utama kematian pada bayi baru lahir.
Menurut dr. Bertha Soegiarto, SpA, asfiksia merupakan kondisi ketika tubuh bayi kekurangan asupan oksigen.
“Hal ini dapat diketahui dengan melakukan penilaian APGAR skor, yaitu suatu metode yang mengkaji kesehatan bayi dengan melihat Appearance (warna kulit), Pulse (denyut nadi), Grimace (refleks terhadap rangsangan), Activity (tonus otot), dan Respiration (usaha bernapas),” jelas dokter Bertha.
Tanda-tanda bayi mengalami asfiksia berdasarkan APGAR skor adalah kulitnya berwarna kebiruan atau pucat, denyut nadi lemah, tidak aktif bergerak, dan bayi tidak bernapas maupun menangis saat lahir.
“Bila asfiksianya berat, terkadang juga disertai kejang-kejang dan gangguan kesadaran. Selain itu, tanda-tanda asfiksia juga dapat terlihat dari komplikasi organ yang terjadi misalnya ginjal. Maka, bayi akan terlihat bengkak dan produksi urin sedikit. Sementara jika organ hati yang mengalami komplikasi maka bayi akan terlihat kuning atau timbul pendarahan,” imbuhnya.
Penyebab dan Dampak Asfiksia
Dituturkan dokter Bertha, asfiksia terjadi karena ada sesuatu yang menghalangi proses transfer oksigen dari ibu ke janin pada saat bayi belum lahir. Penyebabnya pun dapat ditinjau dari masa kehamilan serta proses kelahiran bayi itu sendiri.
“Asfiksia dapat terjadi ketika ada komplikasi seperti pendarahan plasenta, lilitan tali pusat, atau penyakit darah tinggi pada ibu. Selain itu, usia kehamilan yang lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu juga bisa menjadi salah satu faktor penyebabnya,” jelas dokter Bertha.
Karena merupakan suatu kondisi di mana tubuh kekurangan oksigen, maka asfiksia dapat menyebabkan gangguan fungsi organ tubuh.
“Organ tubuh yang paling sensitif adalah otak, karena asfiksa ini dapat menyebabkan kerusakan otak seperti pendarahan, kelumpuhan, gangguan perkembangan, gangguan bicara dan lain sebagainya,” tuturnya.
Cara Menangangi dan Mencegah Asfiksia
Dokter Bertha mengatakan asfiksia memang harus cepat ditangani sehingga dapat mengembalikan fungsi organ tubuh seoptimal mungkin dan mencegah timbulnya komplikasi.
Untuk menanganinya, dokter akan menyesuaikan dengan tingkat keseriusannya. Misalnya, memberikan stimulasi pada bayi seperti menghisap area tenggorokan pada belakang mulut bayi dengan kateter. Selain itu, dapat juga dilakukan pemberian oksigen melalui face mask. Jika cara-cara stimulasi tidak berhasil, tenaga medis wajib melakukan resusitasi.
“Sebenarnya, asfiksia dapat dicegah sesuai dengan penyebabnya. Caranya dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang optimal sehingga dapat mendeteksi faktor-faktor penyebabnya sedini mungkin,” tutup dokter Bertha.