Tak dapat dipungkiri, menjadi orangtua merupakan peran yang jauh dari kata mudah. Dalam menjalani peran tersebut, sangat wajar dan lumrah jika Ayah dan Bunda melakukan kesalahan. Meski begitu, bisa jadi ada beberapa perilaku Ayah dan Bunda yang masuk kategori orangtua paling tega di dunia, lho!
Kenapa ada kategori orangtua paling tega di dunia, sih? ‘Tega’ di sini bukan berarti menyakiti anak secara fisik ya, tapi secara mental.
Sebab, perilaku yang menyakiti mental anak ini seringkali orangtua lakukan tanpa sadar. Terlebih, Ayah dan Bunda juga terkadang tak tahu kalau perbuatan itu salah.
Berbeda dengan kekerasan fisik yang jelas-jelas terlihat perbuatan dan dampaknya, kekerasan mental ini seringkali sulit disadari. Untuk itu, Brynn Burger dari ADDitude Magz menjelaskan tanda-tanda orangtua paling tega yang disebut juga sebagai sikap destruktif.
Sebelum Ayah dan Bunda dicap sebagai orangtua paling tega di dunia, coba simak 7 tanda di bawah ini, yuk! Jangan menunggu hingga mental anak terluka parah, ya!
Baca Juga: Memberi Upah Anak Agar Mau Bantu Beres-Beres Rumah Bolehkah? Bahas, Yuk!
1. Orangtua Bebas Marah, Anak Harus Selalu Patuh
Siapa yang sering seperti ini? Sebagai orangtua seringkali kita membuat atmosfir rumah layaknya pelatihan militer supaya semua hal berjalan sesuai kehendak kita.
Entah karena faktor stress pekerjaan atau ditambah masalah yang lain, seringkali anak menjadi pelampiasan marah orangtua.
Kita sebagai orangtua suka merasa yang paling tahu dan paling mampu mengatur segalanya. Padahal, apa iya semuanya harus berjalan sesuai apa yang kita mau?
Dalam hal ini, Ayah dan Bunda harus paham bahwa meski anak usianya masih kecil dan terkesan tidak tahu apa-apa, tetap mereka juga punya rasa dan jiwa.
Kita sebagai orangtua adalah dunia bagi si kecil, dunia pertamanya. Apakah Ayah dan Bunda ingin menciptakan dunia yang penuh emosi dan ketegangan untuknya?
Marah tanda sayang, katanya. Apa benar ekspresi cinta dan kasih sayang harus selalu dalam bentuk marah-marah?
Yakinlah, tak ada anak yang nakal, tetapi kita sebagai orangtua yang masih kurang bekal. Jadi, jangan lagi menyikapi berbagai persoalan di rumah dengan marah-marah, coba dihadapi dengan hati yang penuh kesabaran berlimpah.
2. Orangtua Paling Tega, Suka Meninggikan Suara
Meninggikan suara hingga berteriak pada si kecil bisa berdampak buruk untuk mentalnya. Berteriak padanya tidak menunjukkan ketegasan sedikitpun.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa anak yang sering mendapatkan perlakuan buruk dari orangtuanya dapat menyebabkan trauma hingga depresi.
Bahkan, tak jarang hal ini malah men-trigger-nya untuk berperilaku yang sama. Orangtua yang kerap berteriak saat marah kemungkinan akan membuat anaknya menjadi sosok yang tempramen dan pemarah.
Alih-alih menjadi patuh dan nurut, anak malah tumbuh menjadi membangkang dan tidak mau mendengarkan apa yang Ayah-Bunda sampaikan.
3. Suka Menghukum Secara Fisik dan Mental
Ciri orangtua paling tega lainnya adalah dengan memberi ‘pelajaran’ pada anak secara fisik dan mental. Padahal, kekerasan fisik dalam skala apapun itu, salah, lho!
Pertumbuhan akal anak itu belum sempurna. Mereka belum bisa memilah mana yang benar dan salah, baik dan buruk, dengan sendirinya.
Anak perlu bimbingan dari orangtua, bukan omelan apalagi hukuman.
4. Orangtua Paling Tega, Memarahi Anak Depan Umum
Coba kalau situasinya dibalik, apa Ayah dan Bunda suka jika dimarahi atau diteriaki di depan umum? Tidak, ‘kan? Begitu pun si kecil.
Ketika ia berbuat salah di depan umum, jangan langsung memarahi atau bahkan meneriakinya di depan orang banyak. Selain tindakan itu tidak etis dilakukan, hal ini akan membuat si kecil merasa sedih dan malu.
Maka dari itu, ketika si kecil melakukan kesalahan di depan umum, hal yang pertama yang harus Ayah dan Bunda lakukan adalah menenangkan diri. Setelahnya, baru menegur anak secara privat.
Jangan diomeli, tapi dinasehati dengan baik. Beri tahu ia mengapa hal tersebut salah untuk dilakukan.
5. Membuat Anak Berperan Sebagai Orangtua
Salah satu perilaku yang tak disadari orangtua adalah membuat anak berperan sebagai orangtua. Misalnya, meminta si Kakak yang berusia 8 tahun untuk menjaga adiknya yang baru beranjak 4 tahun.
Bahkan tak hanya menjaga, orangtua seringkali meminta si Kakak untuk mengasuhnya, menyuapi, dan menjadi baby sitter untuk adiknya.
Hal ini tentu bisa dilakukan oleh si sulung, tapi ini bukanlah hal yang benar untuk ia lakukan di umurnya. Perlakukanlah ia sebagai seorang anak juga. Si Kakak memang lebih dulu lahir, namun bukan berarti dia menjadi back-up orangtuanya.
6. Orangtua Paling Tega, Minim Ilmu dan Tak Mau Belajar
Menjadi orangtua memang tidak ada sekolahnya. Meski sudah membaca puluhan atau ratusan ilmu parenting sehebat apapun, Ayah dan Bunda masih berpeluang untuk salah.
Maka dari itu, menjadi orangtua juga artinya harus siap terbuka dan mau belajar tentang apapun yang berhubungan dengan si kecil.
Belajar untuk up-date tentang kondisi anak, lingkungan anak, dan hal-hal yang disukai anak. Orangtua harus mau belajar bersama dengan si kecil dan menjadi teladan pertama dan utama di rumah.
7. Tidak Mau Mengaku Salah dan Anti Minta Maaf
Salah satu jenis lainnya dari orangtua paling tega di dunia adalah mereka yang egonya selalu tinggi dan tak pernah mau meminta maaf pada anaknya.
Sebagai manusia, kita tentu pernah salah dan keliru, apalagi ketika menjadi orangtua. Sebab, tidak mungkin ada orangtua yang sempurna di dunia ini.
Ayah dan Bunda mungkin pernah tidak sengaja membentak anak, tidak sengaja berbicara kasar kepada si kecil, memaksakan kehendak atau perilaku lainnya yang tidak sengaja menyakiti fisik dan mentalnya.
Oleh sebab itu, meminta maaf menjadi hal yang wajib dilakukan orangtua pada anaknya. Meminta maaf pada anak tidak membuat harga diri Ayah dan Bunda berkurang kok, hal ini malah membuat anak lebih respect kepada kalian.
Sebab, ketika orangtua meminta maaf pada anaknya, maka ia akan merasa bahwa dirinya spesial dan dicintai. Ia merasa orangtuanya memahami apa yang ia rasakan dan menghargai itu.
Hal ini juga sekaligus mengajarkan kepada si kecil untuk tak sungkan meminta maaf ketika berbuat salah dengan orang lain.
Ingat, apa yang kamu tanam saat ini akan kamu tuai di kemudian hari. Untuk itu, tanamlah selalu hal-hal baik untuk kemudian menuai hal-hal baik pula.