check it now

Peran Ganda Ibu Masa Kini dan Tantangan Emosionalnya

Menjalani peran ganda sebagai ibu dan pekerja bukan hal mudah. Artikel ini membahas tantangan emosional yang dihadapi ibu masa kini serta cara menemukan keseimbangan antara karier dan keluarga.

Daftar Isi Artikel

Peran ganda ibu di masa kini menjadi realitas yang dihadapi banyak perempuan. Di tengah kehidupan modern, ibu tidak hanya berperan sebagai pengasuh utama dalam keluarga, tetapi juga aktif sebagai profesional di dunia kerja.

Bagi sebagian ibu, bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan ekonomi, melainkan juga menjadi ruang aktualisasi diri. Meski demikian, menjalani dua peran sekaligus bukan hal yang mudah dan kerap memunculkan tantangan emosional yang tidak terlihat.

Peran Ganda Ibu dalam Keluarga Modern

Fenomena ibu bekerja membawa perubahan dalam dinamika keluarga. Menurut Hayinah Ipmawati, M.Psi., Psikolog, kondisi ini justru mendorong terciptanya pola keluarga yang lebih setara.

Tanggung jawab rumah tangga dan pengasuhan kini mulai dibagi lebih seimbang. Anak pun belajar bahwa perempuan bisa mandiri dan berdaya,” ujarnya.

Dalam keluarga modern, peran ibu dan ayah tidak lagi dibatasi oleh peran tradisional. Anak pun tumbuh dengan pemahaman bahwa kerja sama dan kesetaraan merupakan bagian penting dalam kehidupan keluarga.

Tantangan Emosional di Balik Peran Ganda Ibu

Di balik kemajuan tersebut, peran ganda yang dimiliki ibu juga menyimpan tantangan emosional. Keterbatasan waktu, kelelahan fisik, serta tekanan untuk menjalankan dua peran secara optimal sering kali memicu rasa bersalah dan konflik batin. Jika tidak dikelola dengan baik, kondisi ini dapat memengaruhi kelekatan antara ibu dan anak.

Salah satu tantangan terbesar yang dialami ibu bekerja adalah perasaan tidak pernah cukup baik, baik sebagai pekerja maupun sebagai ibu.

Banyak ibu merasa tidak cukup baik. Padahal, kuncinya bukan menjadi sempurna di keduanya, melainkan menemukan ritme yang realistis. Tetap bisa hadir, berdaya, dan terhubung tanpa kehilangan dirinya sendiri,” jelas Hayin.

Stigma Sosial dan Mom Guilt pada Ibu Bekerja

Stigma bahwa “ibu yang baik harus selalu di rumah” masih melekat kuat di masyarakat. Pandangan ini sering kali membuat ibu bekerja memikul beban mental yang lebih besar, terutama saat harus memilih antara pekerjaan dan waktu bersama anak.

Rasa bersalah atau mom guilt menjadi tantangan emosional yang umum dialami. Namun, menurut Hayin, makna kehadiran perlu dipahami secara lebih luas.

Bukan soal lamanya waktu bersama anak, tapi seberapa penuh ibu hadir pada saat itu,” imbuhnya.

Kehadiran yang berkualitas jauh lebih berpengaruh bagi anak dibandingkan durasi waktu yang panjang tanpa koneksi emosional.

Cara Sederhana Mengelola Mom Guilt

Untuk membantu ibu mengelola rasa bersalah, ada beberapa langkah sederhana yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:

  • Quality over quantity. Kehadiran penuh dan fokus saat bersama anak lebih berharga dibandingkan waktu lama tanpa keterlibatan emosional.
  • Shared parenting. Bangun komunikasi dan kesepakatan dengan pasangan agar tanggung jawab pengasuhan dijalani bersama.
  • Self-compassion. Lepaskan standar “ibu sempurna”. Anak tidak membutuhkan ibu tanpa cela, melainkan ibu yang utuh dan bahagia.
  • Ritual kecil keluarga. Ciptakan momen sederhana seperti makan malam bersama, membacakan cerita sebelum tidur, atau aktivitas akhir pekan untuk memperkuat ikatan emosional.

Hayin menekankan bahwa keseimbangan tidak selalu berarti pembagian waktu yang sama rata antara karier dan keluarga. “Keseimbangan yang realistis adalah saat ibu bisa hadir secara emosional meski waktunya terbatas, menikmati perannya di rumah maupun di pekerjaan tanpa rasa bersalah,” jelasnya.

Untuk mencapai kondisi ini, dibutuhkan dukungan pasangan, batasan yang sehat (boundaries), serta sistem sosial yang memahami bahwa kesejahteraan ibu merupakan fondasi penting bagi kesejahteraan keluarga.

Belajar dari Pengalaman Ibu Masa Kini

Pandangan ini sejalan dengan pengalaman Novia Citra Dewi, seorang mom-fluencer dengan tiga anak. Baginya, keseimbangan adalah hasil dari pengelolaan waktu dan keberanian untuk mencintai diri sendiri.

Harus bisa bagi waktu. Kalau nggak, semua serba keteteran. Aku selalu cari waktu di sela-sela anak sekolah buat olahraga atau me time sebentar,” ungkapnya.

Novia juga mengakui pernah diliputi rasa bersalah. Namun kini, ia belajar mengomunikasikan kebutuhannya kepada anak.

Aku selalu bilang ke anak, ‘Mama pergi dulu ya, nanti kalau sudah pulang kita main bareng’. Dengan begitu anak akan paham dan aku pun bisa recharge energi untuk kembali fokus ke mereka,” ujarnya.

Pada akhirnya, perjuangan ibu masa kini bukan tentang memilih antara karier atau keluarga, melainkan menemukan harmoni di antara keduanya. Ibu tidak harus sempurna untuk menjadi sosok yang cukup bagi anak.

Kebahagiaan lahir dari kemampuan menerima diri, hadir sepenuh hati di setiap momen, dan memberi ruang untuk lelah tanpa rasa bersalah. Karena ibu yang bahagia akan melahirkan keluarga yang bahagia,” tutup Hayin.

Let's share

Picture of Nazri Tsani Sarassanti

Nazri Tsani Sarassanti

Daftar Isi Artikel

Updates