Setiap anak dilahirkan unik dan spesial. Masing-masing anak memiliki potensi, kecerdasan, minat, dan bakat yang berbeda-beda, tinggal bagaimana cara orangtua membantu mereka untuk mengembangkannya.
Namun seringkali karena alasan kesibukan, orangtua kurang peka terhadap perkembangan anak sehingga bakat istimewa yang telah dikaruniakan Tuhan dalam dirinya menjadi sia-sia. Padahal jika dikembangkan sejak dini, bukan tidak mungkin mereka bisa tumbuh menjadi seorang ahli dibidangnya.
Secara ilmiah, bakat adalah suatu bentuk kemampuan khusus serta karakteristik unik individu yang membuatnya mampu melakukan suatu aktivitas secara mudah dan cepat.
Biasanya bakat dipengaruhi unsur genetik. Artinya bila dalam garis darah ada yang menjadi pemusik, maka kemungkinan besar keturunannya juga akan berbakat dalam bidang musik. Tapi seringkali bakat juga tidak dipengaruhi unsur genetik, alias memang sudah dimiliki secara alamiah.
Bakat umumnya dapat terlihat sejak usia 2 atau 3 tahun. Itu sebabnya orangtua dituntut jeli agar dapat mengenalinya sejak dini. Mengenali bakat sang buah hati menjadi hal mudah bila mereka termasuk seorang yang ekspresif sehingga dengan gamblang akan menunjukkan ketertarikannya terhadap sesuatu yang mengarah pada bakat tersebut.
Namun tentunya tidak semua anak berkarakter seperti itu. Lalu, bagaimana bila sang buah hati tidak menunjukkan minat terhadap apapun di masa kanak-kanaknya?
Nah, di sinilah peran aktif orangtua amat dibutuhkan. Jangan dulu kecil hati dan langsung berpikir bahwa mereka tidak memiliki bakat apapun. Sebagai orangtua perlu menanamkan pola pikir bahwa tiap anak pasti dibekali bakat oleh Tuhan.
“Sungguh beruntung orangtua yang anaknya telah menunjukkan bakat sejak kecil, ibaratnya bonus karena mereka tidak perlu bersusah payah untuk mencarinya lagi. Tapi bila anak tidak menunjukkan bakatnya sejak kecil, orangtua tak perlu bersedih. Orangtua harus sabar karena memang perlu waktu untuk mengobservasi bakat yang mereka miliki.” ungkap Psikolog yang juga Direktur Lembaga Psikologi Daya Insani, Sani B Hermawan, Psi.
Observasi pada dasarnya bisa dilakukan dengan jalan menggali dan mengajak anak untuk mencari tahu apa yang menjadi minat dan bakatnya. Usahakan selalu menstimulasi dan merangsang anak dengan mengenalkan pada banyak hal seperti olahraga, bidang seni atau kegiatan lain yang dapat membuka wawasan dan pikiran anak.
Dengan ‘membuka mata’ anak agar dapat menemukan ketertarikannya pada suatu bidang, nantinya secara otomatis juga akan berpengaruh terhadap kepercayaan dirinya.
Apabila kepercayaan diri anak meningkat, maka bisa dipastikan akan mempengaruhi hasil dari segala hal yang dijalaninya, termasuk perkembangan kepribadiannya.
Mengasah bakat anak
Sebagai catatan, ketika observasi ada beberapa hal yang bisa dijadikan indikasi untuk mengenali bakat anak. Di antaranya yaitu antusiasmenya saat menjalani suatu aktivitas, kemahirannya dalam beraktivitas ataupun kemampuan cepat menyerap informasi di bidang tertentu.
Dalam hal ini, bimbingan orangtua sangat diperlukan. Dengan mengenali bakat atau talenta anaknya, maka orangtua wajib memberikan wadah yang tepat untuk mengasahnya sehingga talenta yang dimilikinya tidak sia-sia.
Karena itu, upaya memfasilitasi anak menjadi hal penting dalam tindakan mendukung bakat anak. Seperti misalnya, mendaftarkan anak pada les atau kursus maupun perkumpulan sesuai bidang yang diminati.
Dukungan sebenarnya juga tak melulu harus bersifat komersil, orangtua bisa sekedar bercerita dan berdiskusi dengan buah hati mengenai hal-hal terkait bakat mereka.
Misalnya di bidang modeling. Orangtua bisa menemani si kecil melihat seperti apa pose-pose yang fotogenik, baik melalui televisi, maupun media lainnya. Setelah itu, ajak mereka berdiskusi agar pikirannya semakin terbuka.
Selain itu, orangtua juga bisa mulai mengikutsertakan anak pada kompetisi foto atau model sehingga mereka bisa mulai melatih rasa keberanian dan kepercayaan dirinya.
“Satu hal yang patut diingat, bila anak telah menunjukkan ketertarikan terhadap satu bidang, orangtua harus mendukung dan tidak boleh mematikan minat tersebut meski ternyata tidak seperti yang orangtua harapkan. Sebagai contoh, ada orangtua ingin anak mereka berbakat dalam hal seni tapi kenyataannya tidak seperti itu. Si anak justru punya ketertarikan terhadap bidang lain. Di sinilah kedewasaan berpikir dari orangtua sangat diperlukan. Karena toh bukan orangtua yang nantinya menjalani hidup, melainkan anak-anak sendiri.” tutup Sani B Hermawan, Psi.