Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) telah direkomendasikan WHO dan Kementerian Kesehatan RI sebagai alat pencatatan kesehatan ibu dan anak di tingkat keluarga.
Selain itu, fungsi lain dari buku KIA yakni sebagai media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi ibu hamil dan balita untuk memantau pertumbuhn dan perkembangan anak secara rutin.
Meski menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, 75,2% ibu hamil dan 65,9% balita (0-59 bulan) memiliki Buku KIA. Namun di tengah pandemi Covid-19 kita menghadapi masalah baru yaitu pengisiannya yang belum optimal karena keterbatasan untuk datang ke fasilitas kesehatan.
Dari situlah, dalam menyambut momen Hari Anak Nasional 2021 dan mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak di masa pandemi, Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan PT Tirta Investama, perusahaan yang tergabung dalam grup Danone di Indonesia, menyelenggarakan webinar untuk meningkatkan edukasi masyarakat akan pentingnya Buku KIA guna membantu orang tua memantau kesehatan dan tumbuh kembang anak.
“Kami melihat ternyata pemanfaatan Buku KIA di masyarakat hingga saat ini masih belum sesuai harapan. Terlebih masa pandemi membuat akses terhadap layanan kesehatanpuskesmas atau klinik, rumah bersalin, klinik kesehatan keliling, dan pusat pengobatan tradisional kurang memadai. Untuk itulah, kami melakukan kerja sama dengan berbagai pihak agar edukasi pemanfaatan Buku KIA sesuai sasaran,” ungkap drg. Kartini Rustandi, M.Kes, Plt Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam webinar “Pentingnya Buku KIA untuk Orangtua Pantau Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak di masa Pandemi”.
Masalah Kekurangan Gizi
Indonesia belum sepenuhnya lepas dari masalah kekurangan gizi anak, khususnya yang berusia di bawah lima tahun (balita). Tercermin dari prevalensi stunting (pendek) masih sebesar 27,7% sampai 2019, meskipun telah turun dari 30,8% pada tahun sebelumnya.
Angka tersebut mengindikasikan masih ada 3 dari 10 anak balita menderita stunting. Padahal, standar dari WHO sendiri maksimal 20% dari jumlah total anak balita dalam satu negara.
“Di masa pandemi pelayanan gizi dan kesehatan lebih diprioritaskan kepada kelompok balita dan ibu hamil serta menyusui yang berisiko. Pada sasaran berisiko, dilakukan dengan janji temu dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Pemantauan pertumbuhan di posyandu menyesuaikan dengan kebijakan setempat. Jika posyandu tidak buka, orangtua dianjurkan untuk melakukan pemantauan secara mandiri dengan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),” tambah Kartini.
Edukasi Buku KIA bagi Orangtua
Tahun-tahun pertama kehidupan, terutama sejak janin dalam kandungan sampai usia 2 tahun merupakan periode yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak manusia.
Mengingat periode 2 tahun pertama ini merupakan masa yang relatif pendek dan tidak akan terulang kembali, orangtua harus memanfaatkan semaksimal mungkin dengan cara memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun dengan pengenalan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tepat pada usia 6 bulan.
Selain itu orangtua juga perlu mengawasi, memantau, memberikan stimulasi yang tepat serta memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk anak.
Agar hal tersebut dapat berlangsung optimal, perlu penguatan edukasi untuk mendukung pemanfaatan Buku KIA, terutama dalam kelengkapan pengisiannya oleh orangtua selama masa pandemi.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Poksi Kesehatan Balita dan Anak Usia Prasekolah dr. Ni Made Diah, P.L.D., MKM mengatakan setiap informasi tentang kesehatan dan catatan khusus adanya kelainan pada ibu serta anak harus dicatat di dalam Buku KIA. Apabila mengalami kesulitan, orangtua bisa berkonsultasi kepada tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan didahului telekonsultasi sebelum janji temu.
Di samping itu, Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang Dr. dr. Fitri Hartanto, Sp.A(K) mengatakan, “Pemantauan tumbuh kembang anak dilakukan pada rentang usia 0-2 tahun dan 2-6 tahun dengan memperhatikan beberapa aspek sesuai tingkat perkembangan usianya.”
Pemantauan tumbuh kembang ini harus dilakukan secara rutin karena merupakan suatu proses yang terus berlangsung dan dalam perjalanannya dapat mengalami gangguan.
Karenanya orangtua disarankan memiliki catatan khusus tentang perkembangan anak karena waktu pencapaian perkembangan motorik dan mental setiap anak tidak selalu sama. Salah satu caranya yakni dengan miliki Buku KIA.
“Bukan hanya wajib dimiliki oleh orangtua yang mempunyai balita, Buku KIA juga harus dimiliki oleh ibu hamil agar dapat melakukan pemantauan tumbuh kembang anak sebagai deteksi dini,” imbuh dr. Fitri.
Di akhir acara dr. Fitri juga menambahkan bahwa pemantauan tumbuh kembang bertujuan agar orangtua dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak dan menemukan secara dini gangguan tumbuh kembang sehingga dapat ditindaklanjuti segera agar hasilnya lebih baik.
“Dengan ditemukannya secara dini masalah tumbuh kembang pada anak, maka intervensi yang perlu dilakukan tentu akan lebih mudah dan fokus. Selain itu, tenaga kesehatan juga mempunyai waktu yang cukup dalam membuat rencana tindakan atau intervensi yang sesuai,” tutup dr. Fitri.