Jangan sepelekan junk food. Sebab makanan yang satu ini, selain dapat memicu timbulnya berbagai penyakit berbahaya, juga dapat menurunkan prestasi belajar anak.
Tidak sedikit anak yang tak doyan atau enggan makan buah, sayur, dan ikan, tetapi sangat gemar mengkonsumsi junk food.
Padahal, kebiasaan mengkonsumsi junk food sejak kecil berpotensi memicu timbulnya berbagai penyakit berbahaya pada anak. Misalnya, obesitas yang berujung pada diabetes.
Karenanya, penting bagi orangtua—terutama ibu—untuk memahami betul jenis makanan apa saja yang tergolong junk food. Dijelaskan oleh dr. Lesty dari Salveo Clinic, “Junk food adalah makanan yang tinggi kalori karena berasal dari lemak dan gula. Selain itu, junk food juga rendah vitamin, mineral, fiber, dan protein. Intinya, nutritional value-nya sangat rendah,” jelasnya.
Lebih jauh dokter Lesty mengatakan bahwa junk food juga mengandung banyak zat kimia—demi menciptakan rasa yang gurih maupun tekstur atau tampilan menarik—yang sifatnya toxic.
Karena rasa, tekstur maupun tampilan yang menarik inilah junk food banyak digemari, bahkan oleh anak-anak karena sangat menggugah dan mengundang selera.
“Perlu diingat bahwa junk food bukan hanya pizza, burger atau fast food lainnya, tetapi juga soft drink, cake, chips, makanan kaleng, dan sebagainya.” tegas dokter Lesty.
Pada kesempatan yang sama, dokter Lesty juga menjelaskan pada dasarnya di dalam tubuh anak terdapat hormon yang disebut Leptin. Hormon ini berfungsi untuk mengatur berat badan dengan cara meredam nafsu makan. Selain itu, leptin juga bertugas mengatur metabolisme dan menjaga keseimbangan energi pada tubuh.
“Leptin disekresikan oleh sel lemak. Semakin banyak lemak, semakin besar leptin yang diproduksi. Kemudian, leptin akan mengirimkan sinyal ke otak bahwa tubuh sudah mendapat asupan yang cukup atau kenyang, sehingga kita akan berhenti makan,” jelasnya.
Dengan mengonsumsi junk food dalam jumlah berlebih, kerja leptin menjadi terganggu dan dapat menimbulkan masalah metabolisme. Selain itu insulin resistant yang tidak terproduksi dan berfungsi dengan baik akan berujung pada terjadinya obesitas.
Apa saja bahaya junk food ?
Seperti sudah disinggung sebelumnya, penyakit yang paling sering ditimbulkan dari gemarnya mengonsumsi junk food adalah obesitas, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, kerusakan hati, hingga stroke.
Semua penyakit tersebut pada dasarnya diakibatkan oleh penumpukan lemak yang berlebih, sehingga menghambat aliran pembuluh darah.
Tak hanya itu, akibat lain yang ditimbulkan dari seringnya mengkonsumsi junk food adalah menstra disorder (menstruasi) yakni gangguan pada ovarium yang berkembang tidak sempurna, Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS), dan sebagainya.
“Gangguan tersebut terjadi karena regulasi hormon yang terganggu. Selain itu, mobilitas atau pergerakan orang yang gemuk juga menjadi sulit. Kepadatan tulang juga menjadi berkurang karena kekurangan kalsium. Bahkan, gigi dan gusi juga menjadi tidak bagus,” lanjutnya.
Parahnya, anak-anak yang sering mengonsumsi junk food memiliki risiko lebih besar mengidap gangguan mental. Hal itu disebabkan karena mereka merasa minder, memiliki kepercayaan diri yang rendah, dan menjadi sasaran bullying.
Beberapa gangguan mental yang bisa terjadi seperti anxiety disorder, depresi, dan lain sebagainya. Selain itu, lemak yang terlalu banyak di otak juga dapat mempengaruhi kognisi dan perilaku seseorang, sehingga menghasilkan masalah sosial,” tambahnya.
Selain itu, junk food juga mempercepat pubertas anak. Mengapa? karena hal tersebut berhubungan dengan hormon leptin dan insulin resistant. Apabila produksi leptin dan insulin tinggi, maka produksi estrogen pun tinggi.
Akibat dari tingginya hormon estrogen, mammae gland akan berkembang lebih cepat. Jadi, kesimpulannya kadar leptin yang tinggi dapat menstimulasi produksi hormon-hormon yang penting dalam masa pubertas.
Menurut berbagai studi di Amerika (US), mengonsumsi junk food dalam jumlah berlebih juga dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar anak. Hal itu terjadi karena junk food memiliki nilai nutrisi yang sangat rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan otak.
Seberapa banyak junk food boleh dikonsumsi anak?
![](http://sangbuahhati.com/wp-content/uploads/2020/10/junkfood_sbh1.jpg)
Dalam kesempatan yang sama, dokter Lesty menjawab bahwa mengonsumsi junk food sebenarnya tidak apa-apa. Hanya saja, orangtua perlu mengawasi jumlah junk food yang dikonsumsi anak agar tidak berlebihan.
“Ada baiknya, orangtua menentukan batasan berapa banyak anak boleh mengonsumsi junk food. Ketika mengkonsumsi junk food pun, orangtua perlu menekankan pada anak bahwa junk food hanya boleh dikonsumsi pada saat-saat tertentu dan tetap harus mengonsumsi makanan sehat.” jelasnnya.
Bagaimana bila anak sudah kecanduan mengonsumsi junk food ?
“Tidak mudah memang apabila anak sudah terlanjur kecanduan junk food. Karenanya diperlukan bimbingan dan proses yang sangat panjang antara profesional dan orangtua. Misalnya, dengan menggunakan metode CBT atau Cognitive Behavioral Therapy, yakni terapi yang membantu mengubah perilaku dengan mengubah pola pikir anak,” sarannya.
Berikut beberapa tips mengatasi anak yang kecanduan junk food :
1. Ketahui dengan jelas bahaya junk food
Bukan hanya melarang, orangtua juga perlu mendapatkan pengetahuan lebih tentang bahaya junk food agar anak dapat mengerti alasan di balik larangan tersebut.
2. Biasakan pola hidup sehat
Orangtua harus membiasakan anak untuk memiliki pola hidup sehat yang dimulai dengan selalu mengonsumsi makanan sehat dan membatasi junk food. Termasuk, orangtua juga perlu membuat kreasi makanan sehat agar anak memiliki nafsu makan yang lebih.
3. Berikan edukasi yang dapat dipahami
Seperti yang dikatakan sebelumnya, mengonsumsi junk food dibolehkan dengan catatan tidak setiap saat alias memiliki batasan dan jumlah tertentu. Selain itu, orangtua juga perlu mengedukasi dan menekankan pada anak bahwa makanan tersebut adalah makanan yang tidak sehat dan hanya boleh sekali-kali dikonsumsi untuk hiburan.
4. Berikan contoh nyata
Tidak hanya melarang, orangtua juga perlu memberikan contoh yang sesuai. Pasalnya, orangtua adalah panutan yang selalu diikuti oleh anak. Karenanya membiasakan konsumsi makanan sehat harus dimulai dari lingkungan keluarga (orangtua) terlebih dahulu.