check it now

Menemani Buah Hati Melewati Masa Pubertas: Mengenal Perubahan Fisik & Emosional Anak

Bunda, apakah si kecil sudah menunjukkan tanda-tanda pubertas? Yuk, simak info cara menghadapinya!

Daftar Isi Artikel

Bunda, apakah anak sudah mulai terlihat lebih moody dari biasanya? Lebih agresif atau malah cenderung menutup diri? Wah, bisa jadi anak sudah mulai masuk masa pubertas lho, Bun! 

Puber atau pubertas adalah fase yang lumrah terjadi dalam masa pertumbuhan anak. Psikolog Pendidikan Rosa Virginia Kartikarini, M. Psi., Psikolog. menyebut, masa puber adalah masa di mana anak mengalami perubahan fisik dan hormon yang berdampak pada psikologis dan fisiknya.

Masa pubertas biasanya mulai dialami anak pada usia 8 tahun untuk anak perempuan dan usia 9 tahun pada anak laki-laki,” terangnya.

Pubertas, menurut Rosa, merupakan masa di mana anak laki-laki dan perempuan sedang bertransformasi untuk menjadi lebih matang secara reproduksi. Perubahan ini tentu berdampak pada segi emosionalnya. Sebab, secara fisik, bagian otak yang bertanggung jawab terhadap area emosi dan perasaaan itu matang terlebih dahulu di usia remaja.

Area ini disebut sistem limbik, bagian otak yang lebih aktif di area emosi dan perasaan. Inilah yang membuat remaja jadi suka naik-turun emosinya dan labil. Jadi, kalau mau dekat dengan remaja harus bisa menyentuh hatinya dulu,” tutur Rosa.

Baca Juga: Mengenal Gentle Parenting & Tips Menerapkannya pada Si Kecil

Perubahan Emosional Anak di Masa Pubertas

Seperti yang kita ketahui, pubertas ditandai dengan perubahan fisik mulai dari menstruasi pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki. Meski begitu, ternyata menurut Rosa ada beberapa gejala yang timbul dari segi psikologis yang tampak pada anak saat masa awal puber.

Secara umum, remaja laki-laki dan perempuan sama-sama sedang mengalami emosi yang naik-turun, karena memang mood-swing banget. Bisa tiba-tiba senang, tiba-tiba marah, tiba-tiba sedih, terus nanti senang lagi,” ujar Rosa.

Selain mengalami gejala emosi yang naik turun, anak yang berada di masa pubertas cenderung bingung dan clueless dengan apa yang terjadi di badannya.

Mereka cenderung merasa insecure dan mulai sensitif dengan perubahan yang ada pada dirinya. Seperti bau badan yang mulai muncul, bagian tubuh yang mulai membesar, dan sebagainya,” jelas psikolog dari Relasi Diri ini.

Selain yang bersifat general, ada juga beberapa perubahan emosional yang terjadi pada diri anak laki-laki dan perempuan ketika mereka memasuki masa puber.

Perubahan Emosional Anak Laki-Laki:

  • Jadi pribadi yang lebih sensitif
  • Cenderung lebih agresif (suka bertengkar)
  • Mudah marah dan emosi
  • Agresif secara verbal (berbicara buruk, memaki)

Perubahan Emosional Anak Perempuan:

  • Mood-swing yang cukup parah
  • Super sensitif dan baper
  • Mudah menangis
  • Seringkali merajuk

Apa yang Harus Dilakukan Ayah dan Bunda di Masa Puber Anak?

Menurut Rosa, hal pertama yang harus dilakukan Ayah dan Bunda dalam menghadapi anak adalah memahami bahwa masa puber itu berisi banyak perubahan. Terkadang ada beberapa orangtua yang tidak sabar dan tidak mau memahami bahwa anak akan mengalami fase turbulensi emosi yang membuat emosinya mudah meledak-ledak.

Perlu dipahami kalau perubahan yang dialami anak di masa pubertas itu bukanlah hal yang mudah. Mereka juga sedang berproses untuk menerima perubahan tersebut, jadi orangtua perlu menglola emosi juga dan  berusaha berempati dengan kondisi anak,” terangnya.

Hal yang perlu dilakukan Ayah dan Bunda ketika anak mulai memasuki masa pubertas, ialah:

  • Menyiapkan berbagai jenis informasi dan perlengkapan pendukung (seperti produk pengharum badan dan self-care lainnya) yang dibutuhkan anak ketika memasuki masa puber.
  • Memberikan edukasi praktis tentang perubahan yang terjadi di diri anak sesuai jenis kelaminnya. Ayah bisa mengedukasi anak laki-laki tentang mimpi basah dan kemungkinan terjadinya ereksi tiba-tiba, sementara Bunda mengedukasi anak perempuan tentang menstruasi, pembesaran payudara, dan mood-swing yang melanda. 
  • Membantu menyiapkan perlengkapan kebutuhan mereka seperti membeli alat cukur, deodoran, pembalut, parfum, pakaian dalam, dan lain sebagainya.
  • Menjadi teman cerita yang bisa mendengarkan dan memahami keluh kesahnya. Mendengarkan ya, Bun, dan memberikan nasehat bila diperlukan. Tanyakan apa yang menjadi kebutuhannya saat ini.
  • Mendorong anak untuk mengikuti ragam aktivitas positif sesuai dengan minat dan bakatnya. Biarkan mereka memilih aktivitas seru, tanpa paksaan ya, Yah, Bun!

Puber Bikin Anak Jadi Berjarak dengan Ayah-Bunda, Benarkah?

Ayah dan Bunda pasti sering mendengar kalau masa puber menjadi masa di mana anak mulai menjauh dan menjaga jarak dengan orangtuanya. Apakah benar begitu, ya?

Psikolog yang juga menulis buku ‘Berteman Siapa Takut?’ ini membeberkan bahwa adanya perilaku yang berjarak dengan orangtua ini bukan semata-mata disebabkan oleh perubahan fisik di masa pubertasnya tetapi karena ia mulai bertumbuh dewasa.

Di masa remaja, peran orangtua sedikit demi sedikit tergeser dengan peran teman sebaya. Sesederhana karena lebih relevan aja obrolannya. Kalau sama orangtua mungkin seringkali nggak nyambung, tapi kalau sama teman sebaya kan sama-sama lagi kurang stabil dengan emosinya,” terang Rosa.

Terlebih lagi, ada beberapa tipe orangtua yang tidak mau belajar dunia anaknya sedang berada di masa remaja. Hal ini menyebabkan semakin jauh gap-nnya. Seharusnya, menurut Rosa, Ayah dan Bunda mau mencoba untuk lebih membaur dengan dunia remaja agar kesenjangannya tidak terlalu jauh.

Ada beberapa orangtua yang mau ikut nonton drama korea misalnya, atau main TikTok supaya jarak antara ia dan anak nggak terlalu jauh. Ini juga bisa bikin anak jadi nyaman untuk bercerita dan mau terbuka dengan kehidupan pribadinya,” lanjutnya.

Keterbukaan dan Komunikasi Jadi Kunci Sukses Pubertas Anak

Keterbukaan dan komunikasi yang baik antara orangtua dan anak juga sangat diperlukan di masa-masa ini. Sebab, seperti yang kita tahu, masa remaja adalah masa di mana anak mulai mengeksplorasi pergaulannya dengan lebih luas.

Sementara itu, pergaulan yang dihadapi anak bukanlah sesuatu yang bisa Ayah dan Bunda kontrol secara penuh. Kendali penuhnya berada di kendali diri anak yang harus dilatih sejak dini.

Untuk bisa melatih kontrol diri anak, orangtua perlu sering mengajaknya deeptalk tentang apa yang baik dan buruk. Proses ini dapat melalui diskusi yang bisa memancing anak berpikir kritis tentang mengapa ia tidak boleh melakukannya dan apa dampaknya,” terang Rosa.

Dengan adanya komunikasi yang terbuka, anak jadi punya kontrol diri dan punya keinginan untuk cerita tentang keputusan dan tindakan apapun yang mau mereka pilih.

Tips untuk Anak Hadapi Masa Pubertas

Selain untuk Ayah dan Bunda, yang terpenting adalah bagaimana mental anak dalam menghadapi masa pubertas itu sendiri. Maka dari itu, Rosa juga memberikan tips untuk anak yang kini sudah mulai memasuki masa pubertas.

  1. Jangan sungkan untuk bertanya. Pubertas memang banyak bingungnya, jadi kamu tak perlu malu untuk bertanya pada kakak atau orangtua yang pernah mengalami masa puber.
  2. Cari informasi yang banyak. Kalau di sekolah ada sex education harus ikut! Mulai cari informasi tentang perawatan diri, cari influencer atau psikolog yang aktif memberi edukasi di media sosial supaya lebih siap menghadapi masa puber.
  3. Jangan ragu untuk bercerita kepada orang dewasa ketika kamu butuh.Dengan bercerita tentang apa yang kamu rasakan dan alami, semoga apa yang kamu keluhkan bisa menemukan jalan keluarnya dengan baik.
  4. Lakukan kegiatan positif yang bikin kamu senang. Happiness itu perlu ada di masa pubertas. Tetap berkegiatan positif yang bikin kamu senang dan percaya diri.
  5. Banyak baca tentang self-love. Masa puber bikin kamu punya kesadaran penuh atas diri kamu dan biasanya, cenderung membuat tingkat insecure jadi tinggi. Maka dari itu, penting untuk belajar self-love, mulai mengapresiasi diri, dan stop membanding-bandingkan.
  6. Jangan lupa untuk selalu berpikir sebelum bertindak. Masa remaja memang masa di mana sisi emosional berada di level dominan. Jadi, sebelum melakukan sesuatu, penting untuk tarik napas sebentar, berpikir sebentar, baru bertindak. Kalaupun tidak bisa berpikir jernih, minta bantuan orang dewasa untuk mencari solusinya bersama.
  7. Jaga dan tahu batasan dalam pergaulan. Usahakan untuk selalu terbuka, bercerita, dan berdiskusi dengan Ayah dan Bunda jika berada atau terlibat dalam pergaulan yang tidak jelas.

Let's share

Picture of Rizqa Fajria

Rizqa Fajria