check it now

Helicopter Parenting, Pola Asuh Traumatis yang Bikin Anak Pasif!

Tanpa sadar, dengan alasan cinta dan sayang anak, Ayah dan Bunda malah terjerumus pada pola asuh Helicopter Parenting yang berdampak buruk pada si kecil. Apa sih itu??

Daftar Isi Artikel

Ayah dan Bunda perlu tahu, istilah helicopter parenting pertama kali digunakan oleh Dr. Haim Ginott dalam buku ‘Between Parent and Teenager’ yang rilis pada tahun 1969.

Istilah tersebut merujuk pada situasi di mana seorang remaja merasa orangtua mereka seakan melayang-layang di atas kepala layaknya helikopter.

Pengandaian yang disebut oleh remaja dalam buku Ginott bukan tanpa alasan. Sebab, helicopter parenting membuat anak merasa orangtuanya selalu mengawasi setiap langkah mereka tanpa jeda.

Memang, sebagai orangtua ada sisi dimana kita ingin sepenuh hati menjaga dan mengawasi putra-putri kecil kita dari jahat dan kejamnya dunia luar.

Sayangnya, Ayah dan Bunda malah melakukan hal yang keliru. Pembatasan yang terlalu, sikap otoriter, bahkan pengawasan 24 jam yang dilakukan malah membuat si kecil merasa dunianya kejam dan jahat sedari awal.

Pola asuh yang sebenarnya dilandasi rasa cinta dan sayang orangtua, malah berbalik menjadi bumerang karena kekeliruan mengekspresikan emosi.

Maka dari itu, penting bagi Ayah dan Bunda untuk mengenali lebih jauh tentang helicopter parenting agar dapat meminimalisir resiko yang terjadi dari pola asuh ini.

Baca Juga: BKKBN Sebut 50 Ribu Anak Hamil di Usia Dini, Kok Bisa?

Helicopter Parenting Itu Apa?

Dilansir dari Parents, helicopter parenting merujuk pada pola pengasuhan dimana orangtua terlalu ikut campur dalam kehidupan si kecil.

Mereka merasa terlalu bertanggung jawab terhadap pengalaman yang dialami oleh anak mereka, terutama dalam hal kesuksesan dan kegagalan.

Pola asuh ini juga bisa diartikan sebagai gaya pengasuhan yang berlebihan. Maka dari itu, gaya parenting ini ditandai dengan orangtua yang terlalu mengontrol anak, terlalu protektif dan terlalu mendambakan kesempurnaan dalam mengasuh si kecil.

Ayah dan Bunda mungkin secara tidak sadar menerapkan helicopter parenting dalam mengasuh anak. Salah satu contoh dari pengasuhan ini ialah:

  • Ikut campur dan menunjuk siapa-siapa yang boleh dan tidak boleh berteman dengan si kecil.
  • Membatasi anak hingga tidak membiarkannya mengambil keputusan sendiri.
  • Mendominasi dan merasa anak tidak bisa/tidak tahu apa-apa.

Apa Saja Ciri-Ciri dari Helicopter Parenting?

Orangtua dengan gaya parenting ini biasanya hanya berfokus dan mengawasi segala hal yang dilakukan si kecil 24/7. Ciri-ciri umum lainnya dari parenting jenis ini antara lain adalah:

  • Terlalu ikut campur dengan masalah si kecil.
  • Bersikap posesif dan cemas berlebih.
  • Mengerjakan tugas pribadi anak.
  • Menjadi pembuat keputusan di setiap pilihan hidup si kecil tanpa mendengar keinginannya.

Penyebab Orangtua Lakukan Helicopter Parenting

Memangnya boleh se-ikut campur itu dalam kehidupan si kecil? Kenapa sih orangtua bisa se-overprotektif ini?

Ternyata, ada beberapa hal yang membuat Ayah dan Bunda bisa berperilaku layaknya helikopter yang tak henti mengawasi buronan, lho!

1. Takut akan Kegagalan

Tak ada orangtua yang ingin melihat anaknya sedih, jatuh, dan berada dalam kegagalan. Perasaan seperti ini mendorong Ayah dan Bunda melakukan beragam jenis antisipasi yang malah berlebihan.

 Ketakutan akan kegagalan membuat orangtua merasa lebih tahu dan ikut campur dalam hidup si kecil. Padahal, mereka harusnya tahu bahwa pengalaman baik itu sukses dan gagal, ialah guru dan bekal terbaik anak dalam menjalani kehidupan.

2. Perasaan Cemas

Kecemasan yang berlebih membuat Ayah dan Bunda mengambil kendali lebih besar dalam kehidupan anak. Hal ini mereka lakukan dengan tujuan untuk melindungi dan menjaga si kecil agar tak terluka dan kecewa.

3. Trauma Masa Lalu Sebabkan Helicopter Parenting

Trauma masa lalu juga bisa membuat orangtua berperilaku berlebihan dalam menghadapi si kecil. Misalnya, Ayah dan Bunda di masa kecil merasa kekurangan perhatian dan kasih sayang. Hal ini membuat mereka ketika sudah punya anak jadi merasa harus memusatkan perhatian dan pengawasan kepada si kecil dengan cara yang berlebihan.

4. Tekanan dari Sekitar

Tak hanya anak yang mencontoh perilaku orangtua, kadangkala orangtua juga mencontoh perilaku orangtua yang lain dalam mengasuh anak.

Ketika Ayah dan Bunda melihat orangtua lain terlalu terlibat dalam hidup anaknya dan berhasil, mereka merasa hal tersebut ideal dan harus dilakukan juga pada anaknya.

Tak hanya itu, orangtua seringkali merasa insecure dan bersalah jika tidak terlibat dalam kehidupan anaknya.

Dampak Seperti Apa yang Disebabkan Oleh Helicopter Parenting?

Pola asuh yang mengkungkung si kecil dan membuatnya seakan tak berdaya tentu memberikan dampak yang signifikan pada karakternya. Apa saja sih dampaknya?

1. Mudah Stress dan Depresi

Sejak kecil si kecil tidak diberi kesempatan untuk belajar dari rasa gagal dan kecewa. Setelah dewasa, ia menjadi sulit untuk menghadapi perasaan terpuruk, seperti stress dan depresi.

Selain itu, hidup sebagai anak yang selalu dipantau tentu menjadi suatu hal yang membuat stress. Ia tidak bisa bebas memutuskan segala hal yang ada dalam hidupnya, tidak bisa bergaul dengan bebas, dan tidak tahu bagaimana harus bersikap tanpa dibayangi orangtuanya.

2. Helicopter Parenting Membuat Anak Kurang Percaya Diri

Kungkungan dan pengawasan yang berlebihan pada si kecil membuatnya merasa tidak berdaya. Berada dalam ketidak-berdayaan secara terus-menerus berpengaruh pada tingkat kepercayaaan diri yang ia punya.

3. Terlalu Bergantung pada Orangtua

Anak yang terbiasa berada dalam pengawasan orangtua akan sulit ketika harus memutuskan sesuatu. Mereka terbiasa bergantung pada kehadiran orangtua dalam segala hal yang terjadi di hidupnya.

Oleh sebab itu, anak akan sulit dalam mengambil keputusan, menyelesaikan masalah dan mengatasi konflik. Pada ujungnya, hal ini dapat menghambat kemandirian dan rasa tanggung jawab si kecil di masa depan.

4. Sulit Membangun Relasi

Dampak dari pengasuhan ini juga membuat si kecil sulit dalam membangun relasi dengan orang lain. Selain karena merasa terus diawasi dan sulit membuat keputusan, helicopter parenting juga membuat mereka kurang terampil dalam membangun hubungan sosial dan membaca karakter/emosi orang lain. Padahal, ini sangat penting dalam kehidupannya ke depan.

Apa yang Harus Orangtua Lakukan Kalau Sudah Terlanjur Melakukan Helicopter Parenting pada Si Kecil?

Tak ada kata terlambat di dunia ini, semua masih bisa dicari jalan solusinya demi masa depan yang lebih baik. Begitu pun dalam pola pengasuhan anak, Ayah dan Bunda masih bisa memperbaiki segaala kesalahan dengan besar hati dan meminta maaf pada anak.

Ayah dan Bunda bisa memulainya dengan membuka dialog dengan si kecil. Ketika anak berada dalam situasi yang mengharuskannya memilih, berikan ia ruang untuk menentukan pilihannya sendiri.

Kontribusi Ayah dan Bunda dalam hal ini hanya sebatas memberitahu konsekuensi semacam apa yang akan ia dapatkan dari pilihan yang ada. Sekali lagi, keputusan tetap berada di tangan anak.

Selain itu, Ayah dan Bunda juga harus bisa mengendalikan rasa cemas dan khawatir. Berikan kepercayaan yang besar pada si kecil agar ia menjadi anak yang percaya diri dan berani untuk mengeksplor banyak hal.

Let's share

Picture of Rizqa Fajria

Rizqa Fajria