check it now

Fenomena Latte Dad di Swedia, Mungkinkah Terjadi di Indonesia?

Latte Dad menjadi tren ayah modern di Swedia, di mana ayah ikut aktif mendampingi tumbuh kembang anak sejak dini. Apa manfaatnya, dan apakah Indonesia bisa mengikuti jejak Swedia?

Daftar Isi Artikel

Istilah Latte Dad pertama kali populer di Swedia sejak awal 2010-an. Kata ini menggambarkan sosok ayah modern yang aktif berperan dalam pengasuhan anak, bukan hanya sekadar pencari nafkah.

Bayangkan seorang ayah dengan satu tangan memegang secangkir kopi latte, sementara tangan lainnya menggandeng anaknya. Simbol sederhana ini punya makna besar yakni kehadiran, keterlibatan dan kesadaran ayah akan pentignya 1000 hari pertama kehidupan anak.

Perlu Sahabat SBH tahu, di Swedia, Latte Dad bukan sekadar tren, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup orang tua modern. Yuk simak penjelasannya!

Mengapa Latte Dad Semakin Umum di Swedia?

Salah satu faktor terbesar adalah kebijakan cuti orang tua yang sangat mendukung. Swedia memberikan hingga 480 hari cuti berbayar yang bisa dibagi antara ayah dan ibu hingga anak berusia 12 tahun.

Lebih dari itu, di sana ada norma sosial yang mendorong ayah untuk mengambil cuti. Ayah yang tidak memanfaatkan hak cuti bahkan dianggap “tabu.” Inilah yang membuat keterlibatan ayah menjadi hal wajar dan dihargai masyarakat.

Manfaat Latte Dad bagi Perkembangan Anak

Keterlibatan ayah dalam pengasuhan ternyata membawa banyak manfaat, tidak hanya bagi ibu, tapi juga bagi anak dan keluarga secara keseluruhan:

1. Membuat Perkembangan Emosional dan Sosial Anak Lebih Baik

Anak yang dekat dengan ayah cenderung lebih percaya diri dan merasa aman.

Baca Juga : 8 Parenting Ayah ala Harvard Bikin Anak Perempuan Kuat

2. Mengurangi Beban Bunda Pasca Melahirkan

Dukungan ayah membantu mencegah baby blues dan depresi pascapersalinan.

3. Menciptakan Keluarga yang Lebih Harmonis

Data di Swedia menunjukkan keluarga dengan ayah yang terlibat memiliki risiko perceraian lebih rendah.

4. Terbangunnya Kesetaraan Dalam Hubungan Suami Istri

Bunda tetap memiliki kesempatan melanjutkan karier tanpa harus meninggalkan pengasuhan.

5. Fenomena Latte Dad Menjadi Teladan bagi Anak

Anak belajar bahwa cinta, kasih sayang, dan pengasuhan bukan hanya tugas ibu, tetapi tanggung jawab bersama.

Mungkinkah Latte Dad Terjadi di Indonesia?

Indonesia sebenarnya mulai menuju arah yang sama, meski masih tertinggal dibanding Swedia. Berdasarkan UU Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) terbaru, ayah berhak atas cuti pendampingan selama 40 hari. Beberapa perusahaan juga mulai menerapkan kebijakan cuti ayah yang lebih fleksibel, meski jumlahnya masih terbatas.

Namun, realitanya, Indonesia masih menghadapi tantangan besar: budaya patriarki yang kuat, stigma bahwa pengasuhan adalah “tugas ibu”, dan minimnya kebijakan ramah keluarga di dunia kerja.

Baca Juga : Mengenal Fenomena Fatherless, Hilangnya Peran Ayah dalam Tumbuh Kembang Si Kecil

Meski begitu, tren parenting modern menunjukkan perubahan positif. Kini, semakin banyak ayah di Indonesia yang aktif mengantar anak ke sekolah, mendampingi saat imunisasi, hingga terlibat dalam kegiatan sehari-hari.

Indonesia memang masih berjuang melawan “fatherless culture”, tetapi dengan meningkatnya kesadaran dan dukungan kebijakan, bukan tidak mungkin suatu saat fenomena ini juga menjadi bagian dari kehidupan keluarga Indonesia.

    Let's share

    Picture of Nazri Tsani Sarassanti

    Nazri Tsani Sarassanti

    Daftar Isi Artikel

    Updates