Panjangnya waktu home learning selama pandemi Covid-19 memunculkan kekhawatiran pada kesehatan mata anak. Lalu apa yang harus dilakukan orangtua?
Situasi pandemi Covid-19 mengharuskan anak tinggal di rumah, termasuk bersekolah. Saat belajar di rumah atau home learning durasi waktu screen time akan mengalami peningkatan, sehingga perlu perhatian khusus dari orangtua untuk menjaga kesehatan mata.
Seperti yang kita ketahui, gawai, tablet, laptop atau komputer adalah media yang dibutuhkan saat home learning. Secara otomatis mata anak akan lebih sering menatap layar lebih lama dari biasanya.
Kondisi itu memunculkan kekhawatiran tersendiri, mengingat mata merupakan jendela dunia dan aset yang sangat berharga untuk tumbuh kembang meraih masa depan. Menyikapi hal tersebut dr. Maria Larasati, SpM dari RS Mayapada Hospital menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak semua sekolah siap dengan prosedur pembelajaran jarak jauh.
Alhasil semua materi sekolah yang seharusnya dilakukan offline justru dipadatkan dalam pembelajaran online. Konsekuensinya, anak usia 3-6 tahun terpaksa menatap layar selama 90 menit/hari pada hari sekolah.
Padahal menurut rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) batasan pemakaian gawai setiap harinya untuk anak di bawah 6 tahun atau usia pra-sekolah hanya 60 menit/24 jam, sudah termasuk belajar, bermain game, menonton TV, dan lain-lain.
“Waktu screen time yang sesuai dengan anjuran IDAI saat anak menjalani home learning, untuk usia 2-6 tahun atau pra sekolah tidak lebih dari satu jam, usia 6-12 tahun tidak lebih dari 90 menit/hari dan usia 12-18 tahun tidak lebih dari 2 jam/hari.” ungkap dr. Maria.
Hubungan waktu screen time dengan penggunaan kacamata pada anak
Banyak orangtua yang khawatir bila anak kerap melebihi durasi waktu screen time akan berisiko menggunakan kacamata di usia dini. Benarkah demikian?
Sampai saat ini, belum ada penelitian yang membuktikan bila durasi screen time yang melebihi batas usia dapat berpotensi menambah kelainan refraksi atau penggunaan kacamata menjadi lebih tebal.
“Meski demikian, ada beberapa faktor pemicu anak menggunakan kacamata di antaranya kelainan genetik dan gaya hidup. Apabila kedua orangtua memiliki riwayat minus tinggi (di atas -5), maka kemungkinan anak menderita miopia pun di atas 60%. Begitu pun dengan gaya hidup, misalnya terlalu dekat saat melihat layar gawai, sehingga mengakibatkan proses akomodasi pada mata dan kurangnya asupan yang bernutrisi bagi mata.” tambahnya.
Cara menjaga kesehatan mata anak selama home learning
Pencegahan sebenarnya bisa dilakukan dengan mengubah gaya hidup seperti mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, termasuk makanan yang mengandung vitamin A. Vitamin A diperlukan sebagai reseptor di retina untuk mengubah cahaya menjadi sinyal listrik untuk dijalankan di pusat pengelihatan di otak.
Selain itu, saat home learning, usahakan untuk menggunakan laptop atau komputer. Sebab layar laptop atau komputer lebih luas dibandingkan dengan gawai, sehingga mata anak tidak mengalami akomodasi.
Pastikan jarak antara layar dengan mata anak tidak terlalu dekat dengan posisi duduk yang sesuai dan siapkan pencahayaan memadai. Pastikan anak mendapat break setiap 20 menit sekali agar mata tetap dalam kondisi baik, pandangan tidak menjadi double, silau, buram atau mata berair.
“Jika anak sudah terlanjur menggunakan kacamata, maka pesan saya agar orangtua dapat mengarahkan anak untuk melakukan aktivitas outdoor selama satu jam per hari. Sebab sejumlah penelitian membuktikan bahwa anak yang memiliki aktivitas outdoor selama satu jam per hari secara rutin, memiliki faktor proteksi untuk menghambat pertambahan ukuran kacamata. Misalnya anak usia 6 tahun sudah memakai kacamata -1 secara penelitian jika ia tidak memperbaiki gaya hidup, maka dalam usia 20 tahun ke depan dipastikan minus akan bertambah di atas 3. Namun, apabila anak memiliki aktivitas outdoor secara rutin selama satu jam per hari, maka minusnya akan tetap di angka -1.” jelasnya.