check it now

Catat ya, Begini Tips Parenting di Masa Pandemi

Pandemi menuntut banyak perubahan, tak terkecuali dalam mengasuh anak. Agar tak kewalahan, begini tips parenting di masa pandemi.

Daftar Isi Artikel

Tak bisa dipungkiri, pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun menuntut banyak perubahan dalam berbagai aspek, termasuk dalam hal parenting atau pola asuh anak.

Novy Yulianty, M.Psi, Psikolog, psikolog klinis sekaligus konselor pernikahan dan keluarga Motherhope Indonesia mengakui banyak perubahan yang terjadi selama pandemi. Apalagi bila dilihat dari ruang lingkup keluarga yang cukup kompleks.

“Perubahan tersebut bisa jadi akibat orang tua tidak memiliki penerimaan diri yang baik, tidak mampu menjelaskan kepada anak secara detail mengenai apa yang terjadi dan bagaimana seharusnya menyikapi kondisi saat ini atau karena banyaknya tuntutan yang harus dijalani sehingga kondisi psikis orang tua juga terganggu,” jelas Novy

Lebih jauh Novy menjelaskan, di masa pandemi orang tua tidak bisa lagi menyamakan standar pengasuhan dengan yang sebelumnya ada.

Misalnya, bila selama ini orang tua memiliki value atau prinsip anak-anaknya harus pintar dalam segi akademis, maka sekarang justru orang tualah yang perlu menyesuaikan dengan kondisi yang serba terbatas.

“Intinya, orang tua jangan menuntut kesempurnaan dan turunkan standar ideal pengasuhan. Jadilah orang tua yang fleksibel dan tidak kompetetif,” tambahnya.

Jenis Pola Asuh

Agar dapat menyesuaikan dengan tuntutan saat ini, orang tua perlu tahu terlebih dahulu empat jenis pola asuh versi Diana Baumrind yaitu:

1. Otoriter

Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan di mana orang tua memiliki batasan dan aturan ketat namun kasih sayang dan kehangatan yang diberikan kepada anak rendah.

Misalnya, orang tua ingin anak mendapat nilai bagus, tapi ketika anak mengalami kesulitan orang tua hanya membantu satu atau dua kali saja. Setelahnya anak harus bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan mereka.

2. Otoritatif

Otoritatif adalah pola asuh yang dianggap paling sempurna. Di mana orang tua memiliki batasan dan aturan serta kasih sayang dan kehangatan yang sama-sama tinggi.

Contohnya dalam kasus yang sama, ketika anak memiliki masalah atau kesulitan maka orang tua akan memberikan bantuan dan support penuh hingga anak bisa melakukannya sendiri.

3. Permisif

Permisif adalah gaya pengasuhan di mana orang tua kurang memiliki batasan dan aturan, namun kasih sayang dan kehangatan tinggi. Hal terpenting bagi orang tua adalah anak senang dan bahagia.

Jenis pengasuhan ini biasanya dapat membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang manja.

4. Mengabaikan

Gaya pengasuhan tipe ini menggambarkan orang tua yang memiliki aturan serta kasih sayang yang kurang pada anak.

Orang tua bersikap ‘masa bodo’ dan cuek. Bagi mereka mencukupi kebutuhan dasar/biologis anak sudah lebih dari cukup.

Yuvita Wijaya, M.Psi.,Psikolog., CPDPE, psikolog anak dan keluarga dari Tania Kids Center, Tanjung Duren, Jakarta Barat juga berpendapat bahwa gaya pengasuhan yang paling ideal pada kondisi pandemi adalah otoritatif.

Prinsip dari positive parenting sendiri adalah orang tua perlu menghargai anak sebagai seorang individu yang memiliki pemikiran, perasaan dan keputusan atas tindakannya sendiri.

Yuvita menegaskan bahwa orang tua harus membangun koneksi terlebih dahulu dengan anak baru kemudian mengoreksi serta menganggap kesalahan anak sebagai ajang untuk mereka belajar.

Terapkan Mindful Parenting

Mindful parenting adalah proses pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua dengan kesadaran penuh dalam memberikan perhatian dan kasih sayang pada anaknya.

Mindful parenting berfokus pada kondisi here and now tanpa memikirkan masa lalu maupun masa depan.

Contohnya saat sedang bersama anak, maka orang tua harus fokus dan being mindful atau benar-benar hadir untuk mereka. Jangan memikirkan hal yang lalu atau yang akan datang, baik itu pekerjaan atau apapun.

“Teknik ini juga dapat diterapkan pada positive parenting. Pasalnya being mindful dapat menghindari pikiran yang bercabang saat orang tua sedang bersama buah hatinya,” papar Yuvita.

Novy yang juga dosen psikologi di Universitas Muhammadiyah Bandung juga turut mengamini hal tersebut.

Ia mejelaskan bahwa mindful bukan berarti selama 24 jam orang tua harus menemani anak. Melainkan orang tua perlu menyadari secara penuh kapasitas dan potensi dirinya sebagai orang tua.

Gunakan Intuitive

Penting digaris bawahi bahwa setiap anak memiliki karakter dan sifat yang berbeda sehingga pola pengasuhan yang diterapkannya pun tak akan pernah sama.

Kunci kesuksesan mengasuh anak adalah melakukan hal yang menurut orang tua baik untuk anak. Gunakan feeling atau intuisi sebagaimana seharusnya menjadi orang tua.

“Intinya tetap fokus pada peran sebagai orang tua dan jangan pernah bandingkan dengan peran orang tua lainnya. Karena jelas itu sangat berbeda,” tegas Novy.

Alih-alih menjadi baik, meniru peran orang tua lain justru dapat memicu perasaan gagal, tertinggal, cemas, khawatir, hingga stres.

Menjadi Orang Tua yang Menyenangkan

Untuk menjadi orang tua yang menyenangkan, Yuvita menyarankan beberapa hal.

Pertama, orang tua harus mampu mengontrol dirinya terlebih dahulu. Mulai dari mengontrol emosi, mengontrol cara membagi waktu bekerja, bermain gadget, hingga spend time dengan anak.

Kedua, lakukan pendekatan kepada anak dan hindari ‘pesan sponsor’ saat sedang bersama anak. Pada tahap ini, berusahalah untuk menyenangkan atau memenuhi keinginan anak.

Ketiga, apabila anak-anak sudah merasa lebih dekat dan nyaman secara emosi, maka orang tua bisa mulai mendisiplinkan anak dengan cara mengajarinya, memberi contoh, mengajaknya berdiskusi, dan menanyakan apa yang diinginkan anak.

Let's share

Picture of Nazri Tsani Sarassanti

Nazri Tsani Sarassanti