check it now

Angka Anak Bunuh Diri Semakin Meningkat di 2023, Ada Apa?

Ayah, Bunda, lebih peka dengan kondisi fisik dan mental si kecil, yuk!

Daftar Isi Artikel

Pada akhir September, kita dikejutkan dengan kasus anak bunuh diri yang dilakukan oleh seorang siswi kelas 6 SDN 06 Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Berdasarkan keterangan polisi dan olah TKP, siswi tersebut melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 4 gedung sekolahnya.

Polres Metro Jakarta Selatan membeberkan hasil olah tkp dengan melakukan berbagai pemeriksaan. Kepolisian menemukan barang bukti sebuah kursi di lantai 4 sekolah yang menunjukkan bahwa korban memang berniat untuk lompat, bukan terjatuh.

Indikasi korban mencoba untuk melakukan bunuh diri juga didapatkan melalui rekaman kamera CCTV yang kini telah disita oleh pihak polisi. Dari rekaman tersebut, polisi menyebutkan bahwa korban terlihat mencoba untuk melompat dari gedung.

Meski begitu, hingga kini masih belum ada kejelasan apa motif dibalik anak bunuh diri yang terjadi di SD negeri tersebut. Spekulasi yang beredar, siswi berusia 13 tahun tersebut mengalami perundungan di sekolah yang mendorongnya untuk mengakhiri hidup dengan cara melompat dari gedung.

Namun, pihak kepolisian belum bisa mengonfirmasi hal ini dan masih akan mendalami kasusnya sebelum membeberkan motif anak bunuh diri pada publik.

Baca Juga: 5 Hal yang Kerap Jadi Pertanyaan Si Kecil Jelang Menstruasi

Kasus Anak Bunuh Diri Didominasi Korban Bullying

Kasus yang menimpa siswi SD ini menjadi kejadian memilukan sekaligus pengingat bagi kita semua tentang realita mental anak saat ini. Menurut data yang disampaikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2023 sudah ada 10 kejadian anak bunuh diri di Indonesia.

Jumlah ini meningkat 10 persen lebih tinggi daripada yang terjadi di tahun lalu. Bahkan, menurut Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, jumlah tersebut belum termasuk kasus serupa yang tidak dilaporkan karena berbagai alasan.

Menurutnya, kasus bunuh diri pada anak yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh berbagai faktor. Meski begitu, Diyah menyebut 60 persen di antara kasus tersebut disebabkan oleh perundungan. Faktor lainnya yang menjadi sebab adalah masalah keluarga dan asmara.

Kasus anak bunuh diri tidak hanya terjadi di Jakarta seperti di SDN 06 Petukangan Utara, tetapi juga di Tanah Toraja, Sumatera Selatan; Kebumen, Jawa Timur; dan Banyuwangi, Jawa Tengah. Diyah menyebut hal ini harus menjadi perhatian serius.

Diyah menegaskan bahwa anak dengan kondisi mental yang kurang baik bisa saja melakukan percobaan bunuh diri berkali-kali. Sebab, kondisi ini sangat rentang dialami anak ketika beranjak remaja (prapubertas).

Bagaimana Cara Mencegah Perilaku Ini?

Kasus bunuh diri yang kini tengah merembak pada anak-anak ini terjadi karena beban mental yang mereka rasakan menjelang usia remaja dan dewasa. Anak yang beranjak remaja dibebani tekanan untuk bisa berbaur di lingkungan sosial, memiliki beban akademis yang tinggi dan harus mulai belajar bertanggung jawab dengan kehidupannya.

Bagi beberapa anak mungkin hal tersebut mudah, tetapi tak semua bisa menganggap proses pendewasaan merupakan hal yang biasa. Hal ini pun dipengaruhi dengan kondisi internal keluarga yang mungkin kurang harmonis, kasus perundungan di lingkungan rumah dan sekolah, maupun masalah finansial atau asmara yang pelik.

Lalu, bagaimana cara Ayah dan Bunda bisa mendeteksi gejala masalah mental anak yang berujung pada pemikiran untuk bunuh diri? Dilansir dari Kids Health, anak yang memiliki kecenderungan untuk menyakiti dan membunuh dirinya sendiri biasanya menunjukkan tanda sebagai berikut:

  • Anak suka membicarakan topik tentang kematian secara umum.
  • Tiba-tiba suka memberikan tanda kalau dirinya akan pergi jauh.
  • Merasa kehilangan harapan dan selalu dihantui rasa bersalah.
  • Anak suka menarik diri dari teman-teman dan keluarga terdekat.
  • Menulis lagu, puisi, atau surat tentang kematian, perpisahan, dan kehilangan.
  • Membagikan barang-barang tersayangnya pada saudara dan teman-temannya.
  • Kehilangan minat untuk mengerjakan hobi atau aktivitas kesukaannya.
  • Memiliki masalah dalam berkonsentrasi atau berpikir jernih.
  • Pola makan dan tidurnya berubah.

Anak-anak yang memiliki kecenderungan untuk melakukan hal tersebut biasanya memberikan sinyal tertentu pada orang tersayangnya. Oleh sebab itu, Ayah dan Bunda harus peka pada setiap perubahan kecil yang terjadi pada si kecil untuk segera mendapatkan pertolongan.

Selain itu, Ayah dan Bunda tak boleh menganggap apa yang dilakukan anak hanya sebatas mencari perhatian. Sebab, sesuatu yang menurut Ayah dan Bunda sepele, belum tentu sepele untuknya.

Jadi, dekap dan rangkul si kecil agar ia mau bercerita tentang beban yang menghantui pikirannya. Ajak ia melihat dunia dengan kacamata yang lebih positif, suportif, dan penuh kasih sayang. Peluk si kecil ya, Yah, Bun!

Let's share

Picture of Rizqa Fajria

Rizqa Fajria