check it now

Anak Hiperaktif Karena Gula, Mitos atau Fakta?

Apakah benar gula bisa bikin anak jadi hiperaktif? Yuk, bongkar bersama mitos dan fakta seputar sugar rush.

Daftar Isi Artikel

Fenomena anak yang tiba-tiba terlihat ‘super aktif’ setelah makan permen, cokelat atau minum minuman manis sering disebut sugar rush. Namun, benarkah anak hiperaktif karena gula? Faktanya, sejumlah penelitian medis menunjukkan bahwa hubungan antara gula dan perilaku anak tidak sesederhana yang kita bayangkan.

Menurut dr. Bagus Budi Santoso, Sp.A, hingga kini belum ada bukti kuat yang menyatakan bahwa gula secara langsung menyebabkan anak sehat menjadi hiperaktif. Meski begitu, beberapa penelitian memang menemukan adanya korelasi antara konsumsi minuman manis atau makanan tinggi gula dalam jangka panjang dengan gejala hiperaktivitas, terutama pada anak yang memang sudah berisiko.

Efek sugar rush lebih banyak dipengaruhi oleh persepsi orang tua atau lingkungan. Jadi, bukan semata-mata karena gula. Beberapa studi justru menunjukkan bahwa yang lebih berperan adalah konteks sosial seperti suasana pesta, keramaian, atau stimulasi dari sekitar,” jelas dr. Bagus.

Bagaimana Gula Bekerja di Tubuh Anak dan Benarkah Bisa Membuat Anak Hiperaktif?

Setelah dikonsumsi, karbohidrat sederhana seperti gula memang cepat diserap tubuh sehingga gula darah naik untuk sementara. Sebagai response, tubuh akan mengeluarkan insulin agar kadar gula kembali normal. Pada anak sehat, proses ini tidak menimbulkan perubahan perilaku yang drastis.

Ledakan energi yang terlihat seringkali bukan dari gulanya. Lebih sering karena faktor lain, misalnya anak sedang senang di pesta ulang tahun, dapat mainan baru, atau bahkan karena orang tua sudah berekspektasi anak akan ‘heboh’ setelah makan manis,” jelas dr. Bagus.

Ia menambahkan, selain gula masih banyak faktor lain yang bisa membuat anak terlihat hiperaktif. Misalnya kurang tidur, suasana lingkungan yang terlalu ramai, konsumsi kafein dari teh atau soda, bahkan kondisi medis seperti ADHD.

Semua faktor tersebut justru jauh lebih berpengaruh dalam membuat anak tampak sulit tenang dibanding gula itu sendiri,” imbuhnya.

Dampak Konsumsi Gula Berlebih pada Anak

Meskipun tidak terbukti langsung memicu hiperaktivitas, konsumsi gula berlebihan tetap membawa dampak serius bagi kesehatan anak.

Dalam jangka pendek, gula dapat meningkatkan risiko gigi berlubang, menyebabkan fluktuasi energi, dan membuat anak kenyang oleh kalori kosong sehingga asupan makanan bergizi tergantikan. Sementara dalam jangka panjang, konsumsi gula tinggi berhubungan dengan obesitas, diabetes tipe 2, hingga penyakit kardiometabolik,” ungkap dr. Bagus.

Lalu, berapa sebenarnya batas aman konsumsi gula harian untuk anak?

Menurut rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), asupan gula tambahan sebaiknya tidak lebih dari 10% total energi harian, bahkan idealnya di bawah 5%. Sementara American Heart Association (AHA) menganjurkan anak-anak tidak mengonsumsi lebih dari 25 gram gula per hari (kira-kira setara 6 sendok teh).

Untuk anak di bawah usia 2 tahun, sebaiknya hindari tambahan gula sama sekali. Setelah usia 2 tahun, orang tua perlu mengatur agar asupan gula tetap berada di bawah batas aman,” kata dr. Bagus.

Tips Bijak Mengatur Konsumsi Gula pada Anak

Agar anak tetap sehat tanpa merasa terlalu dibatasi, dr. Bagus membagikan beberapa tips sederhana yang bisa dilakukan orang tua di rumah:

  • Batasi momen khusus. Simpan minuman manis atau camilan tinggi gula hanya untuk acara spesial, misalnya ulang tahun atau kumpul keluarga.
  • Sediakan pilihan sehat. Buah segar, yoghurt tanpa gula, atau keju bisa jadi alternatif camilan yang tetap enak dan bergizi.
  • Jangan jadikan hadiah. Hindari menggunakan makanan atau minuman manis sebagai alat menenangkan atau hadiah untuk anak, supaya mereka tidak mengasosiasikan gula dengan kenyamanan atau reward.
  • Biasakan cek label. Luangkan waktu membaca label makanan untuk melihat kandungan gula tambahan.
  • Seimbangkan dengan aktivitas fisik. Pastikan anak cukup istirahat dan aktif bergerak setiap hari supaya energi mereka tersalurkan dengan baik.

Prinsipnya bukan melarang total, tapi membatasi dengan bijak. Jika orang tua merasa khawatir dengan perilaku anak, sebaiknya evaluasi dulu faktor lain seperti pola tidur atau konsumsi kafein. Bila perlu konsultasikan ke dokter,” tutup dr. Bagus.

Let's share

Picture of Nazri Tsani Sarassanti

Nazri Tsani Sarassanti

Daftar Isi Artikel

Updates