Kata siapa trauma hanya bisa dialami orang dewasa? Anak-anak pun juga bisa trauma, lho! Ada banyak faktor yang menyebabkan anak trauma. Misalnya perilaku buruk Ayah atau Bunda di masa lalu yang membekas di dalam ingatannya.
Karenanya, orangtua harus berhati-hati dalam berucap atau bertindak. Jangan sampai melakukan yang terkesan sepele, tapi justru berpotensi memicu munculnya trauma pada anak.
Melansir dari National Child Traumatic Stress Network, sebagian besar orang dewasa yang mengidap PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) umumnya memiliki pengalaman traumatis masa kecil.
Agar tak membuat anak trauma, yuk hindari 10 sikap berikut! Jangan sampai Ayah dan Bunda melakukannya pada mereka, ya!
1. Anak Trauma Karena Orangtua Sulit Memvalidasi Perasaan Anak
Pernah dengar orangtua yang berkata, “Masa sedikit-sedikit nangis sih? Cengeng banget!“.
Sering banget ya kayaknya seorang Bunda atau Ayah mengucapkan kalimat tersebut. Hati-hati, lho! Sebab kalimat tersebut bisa membuat anak trauma. Kok, bisa?
Kalimat di atas merupakan contoh orangtua yang sulit memvalidasi perasaan anak. Memangnya seberapa penting sih validasi perasaan anak?
Jawabannya penting banget! Dengan terbiasa divalidasi, anak akan memiliki kemampuan untuk mengatur emosinya. Alhasil mereka dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Tak terkecuali Ayah dan Bundanya.
Sebaliknya, mengabaikan perasaan tersebut berpotensi memicu gangguan mental membuat anak trauma. Memang terkesan sepele, kan? Tapi lihat dampaknya! Akan sangat besar. Terlebih bagi perkembangan anak.
Baca Juga : Tips Menjadi Orangtua yang Menyenangkan bagi Buah Hati
Dikutip dari laman Manhattan Psychology Group, saat orangtua memvalidasi perasaan anak, mereka akan belajar menangani emosinya. Mereka jadi tahu kapan waktu menangis, marah, atau senang.
Selain itu, mereka juga jadi bisa mengontrol perbuatannya ketika emosi sedang memuncak.
2. Berperilaku Kasar
Memang tak bisa dipungkiri, ada saja perilaku anak yang membuat orangtua naik darah. Namun, jangan sampai karena emosi tersebut lantas Ayah dan Bunda berperilaku kasar pada mereka. Baik kasar secara fisik maupun psikis. Misalnya dengan memukul, mencubit atau memaki dengan kata-kata kasar.
Ada baiknya, bila sedang emosi, Ayah dan Bunda mengambil waktu sejenak untuk deep breathing. Setelah lebih tenang, barulah ajak anak berdiskusi tentang kesalahannya atau perilaku yang membuat Ayah dan Bunda emosi.
Jangan sampai menyesal karena telah berlaku kasar, hingga membuat anak trauma.
3. Sering Mengancam Membuat Anak Trauma
Tidak sedikit orangtua yang menganggap bahwa ancaman dapat membuat anak nurut. Padahal, di balik itu ada banyak dampak negatif.
Misalnya saat Bunda mengatakan, “Ayo terusin mainnya sampai sendal Bunda melayang ke kepala kamu!” atau “Kerjain PR-nya sekarang atau Bunda buang nih mainannya!” dan masih banyak kalimat ancaman lain yang justru membuat anak trauma.
Lalu bagaimana cara agar membuat anak nurut dan disiplin tanpa membuatnya trauma?
Daripada mengancam, lebih baik Ayah dan Bunda beri semangat atau buat kesepakatan bersama anak.
Saat anak lupa mengerjakan tugas dan baru ingat pada malam harinya. Jangan langsung memarahi atau serta merta mengerjakan tugas mereka. Tapi coba beri semangat dan temani mereka saat mengerjakan tugas tersebut.
Setelahnya, agar hal tersebut tidak terulang lagi, Ayah dan Bunda bisa buat kesepakatan bersama. Misalnya mereka harus mengerjakan PR setelah pulang sekolah, baru setelah itu boleh main. Jika kesepakatan tersebut dilanggar, mereka harus siap menerima konsekuensinya.
Baca Juga : Tak Perlu Dibentak, Begini Cara Disiplinkan Anak dengan Kasih Sayang
4. Anak Trauma Akibat Orangtua Sering Menjatuhkan Harga Dirinya
Masih sering membandingkan anak? Hati-hati bisa membuat mereka punya trauma masa kecil!
Bun, tidak ada gunanya membandingkan anak dengan anak tetangga. Karena setiap anak pasti memiliki keistimewaan atau kemampuan tersendiri. Terus membandingkan justru dapat membuat anak sakit hati dan menganggap diri mereka tidak berguna.
Lebih baik Ayah dan Bunda belajar bagaimana cara mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimiliki anak. Dengan begitu, mereka dapat tumbuh dengan lebih optimal.
5. Memberi Label Buruk pada Anak
Memberi label atau panggilan buruk lambat laun juga dapat membuat anak stres. Salah satunya seperti “Anak Bodoh”, “Pemalas”, “Penakut”, dan sebagainya.
Cobalah untuk membuat panggilan yang lebih ramah di telinga anak. Misalnya “Anak Pintar”, “Cantik”, atau yang lainnya. Selain menjadi doa, panggilan baik tersebut juga dapat meningkatkan image anak sehingga membuatnya lebih percaya diri.
6. Melibatkan Anak dalam Pertengkaran Rumah Tangga
Melibatkan anak dalam pertengkaran rumah tangga memang bukan hal yang baik.
Sejumlah sumber menjelaskan bahwa bayi dengan orangtua yang sering berkonflik, memiliki reaktivitas yang lebih besar terhadap suara marah atau teriakan.
Di samping itu, melibatkan anak dalam pertengkaran rumah tangga juga dapat membuat mereka jadi tidak nyaman. Sampai akhirnya mereka tumbuh dalam bayang-bayang pertengkaran orangtuanya.
Apalagi kalau sampai Ayah atau Bunda akhirnya melampiaskan emosi tersebut pada anak. Anak tak hanya tumbuh dalam rasa ketidaknyamanan, tapi juga memiliki trauma tersendiri yang dapat terbawa hingga dewasa.
7. Gensi untuk Meminta Maaf ke Anak
Tak hanya anak, orangtua pun bisa melakukan kesalahan, lho!
Meski demikian, ada saja orangtua yang enggan atau gengsi minta maaf ke anak. Alasannya karena orangtua lebih berpengalaman daripada anak. Padahal konsepnya tidak begitu ya, Bun.
Tidak ada salahnya kok meminta maaf lebih dulu ke anak atas kesalahan yang Ayah atau Bunda perbuat. Dengan begitu, Ayah dan Bunda dapat sekaligus mengajari mereka untuk mau mengakui kesalahan dan tidak malu meminta maaf lebih dulu
8. Tidak Bisa Menjadi Contoh yang Baik untuk Anak
Sejatinya, Ayah dan Bunda adalah role model terbaik untuk anak.
Anak memang bukan pendengar yang baik, tapi mereka adalah peniru ulung. Apabila mereka melihat Ayah dan Bundanya sebagai sosok yang ceroboh dan tidak konsisten, maka kemungkinan besar mereka juga menirunya.
Buruknya, orangtua yang tidak bisa memberikan contoh baik, berpotensi lebih besar membuat mental anak terganggu sehingga mereka rentan stres.
9. Berekspektasi Tinggi dapat Membuat Anak Trauma
Setiap orangtua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Karenanya, umunya Ayah dan Bunda akan menaruh harapan pada anaknya. Tidak salah, sih. Tapi jangan sampai berekspektasi atau berharap terlalu tinggi yang akhirnya membuat Ayah atau Bunda kecewa.
Sadarilah bahwa anak juga memiliki kelemahan dan berpotensi untuk gagal. Dengan begitu, Ayah dan Bunda dapat lebih menerima apapun yang anak dapatkan. Sehingga mereka dapat lebih nyaman berekspresi dan tidak mudah stres atau trauma.
10. Mendominasi Anak Atas Berbagai Hal
Selain memiliki ekspektasi terlalu besar, mendominasi anak atas berbagai hal yang mereka lakukan juga dapat membuat mental mereka terganggu. Pasalnya orangtua terkesan tidak memberi ruang untuk mereka berekspresi.
Ada baiknya, cobalah untuk menghargai apapun yang menjadi pilihan anak. Selagi pilihan tersebut baik, why not?
Ingat ya, jangan buat anak trauma dan mentalnya hancur karena sikap Ayah dan Bunda.