Belakangan ini istilah Parenting VOC ramai dibicarakan di media sosial. Meski terdengar unik, istilah ini sebenarnya tidak ada dalam dunia psikologi anak. Parenting VOC adalah istilah populer yang digunakan netizen untuk menyindir gaya pengasuhan yang keras, penuh aturan, dan minim kompromi. Konotasinya diambil dari era VOC yang identik dengan kedisiplinan ketat dan kekuasaan yang kaku.
Namun, apakah gaya parenting ini benar-benar efektif dalam membentuk anak yang disiplin? Atau justru bisa menimbulkan dampak negatif pada tumbuh kembang mereka? Sebelum menerapkan pada anak, penting bagi orang tua untuk memahami perbedaan antara gaya pengasuhan otoriter dengan pola asuh yang lebih modern dan sehat.
Yuk simak informasi lengkapnya berikut!
Apa Itu Parenting VOC dan Apa Saja Ciri-Cirinya?
Secara sederhana, Parenting VOC merujuk pada gaya asuh otoriter yang menekankan pada kedisiplinan dan ketaatan penuh. Dalam pola asuh ini, anak diharapkan untuk selalu menurut, tidak banyak bertanya, dan mengikuti aturan orang tua tanpa kompromi.
Istilah ini sebenarnya hanya istilah populer yang lahir dari dunia maya, bukan teori parenting resmi. Meski begitu, istilah parenting VOC cukup mudah dipahami karena konotasinya erat dengan gaya lama yang “keras tapi dianggap efektif.”
1. Banyak Aturan Ketat
Orang tua dengan pola asuh VOC biasanya menetapkan banyak aturan yang harus dipatuhi anak tanpa boleh dibantah.
2. Kurang Diskusi dengan Anak
Komunikasi cenderung satu arah. Anak jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
3. Penerapan Disiplin yang Kaku
Segala bentuk kesalahan anak langsung mendapat teguran atau hukuman, dengan tujuan agar anak tidak mengulanginya.
4. Fokus pada Hasil, Bukan Proses
Keberhasilan anak lebih diukur dari hasil yang terlihat (nilai bagus atau prestasi), bukan dari usaha atau pengalaman belajar.
Pola Asuh VOC vs Pola Asuh Modern
Jika dibandingkan, Parenting VOC atau gaya asuh otoriter menuntut anak untuk patuh sepenuhnya tanpa banyak bertanya. Hukuman dianggap hal yang wajar demi mendisiplinkan, sementara orang tua memegang kendali penuh dan anak hanya mengikuti aturan.
Berbeda dengan parenting modern yang lebih demokratis atau mindful. Dalam pola asuh ini, anak diajak berdiskusi dan pendapatnya didengar. Disiplin tetap diterapkan, tetapi selalu disertai penjelasan yang masuk akal. Fokusnya bukan hanya pada aturan, melainkan juga pada empati, komunikasi, serta perkembangan emosional anak.
Dampak Parenting VOC pada Anak
Tidak bisa dipungkiri, pola asuh keras kadang membuat anak tampak lebih disiplin. Namun, dalam jangka panjang, Parenting VOC juga memiliki sejumlah dampak negatif. Anak bisa tumbuh dengan rasa takut salah, bukan belajar dari kesalahan yang dibuat. Kepercayaan diri mereka dapat berkurang karena sering ditekan, sementara hubungan dengan orang tua menjadi jauh dan kaku.
Selain itu, pola asuh yang terlalu keras berisiko menimbulkan sifat pemberontak ketika anak beranjak remaja. Alih-alih menjadi anak yang mandiri dan percaya diri, mereka justru bisa tumbuh dengan perasaan tertekan dan sulit mengekspresikan diri.
Apakah Pola Asuh VOC Efektif untuk Anak?
Efektivitas Parenting VOC sangat relatif. Untuk beberapa orang tua, gaya ini dianggap cepat membuat anak disiplin. Tetapi, banyak penelitian menunjukkan pola asuh otoriter justru berisiko menghambat perkembangan emosional anak.
Alternatifnya, orang tua bisa menerapkan pola asuh demokratis atau mindful parenting. Disiplin tetap ada, tapi dibarengi dengan komunikasi, kasih sayang, dan penjelasan yang membuat anak merasa dihargai.
Parenting VOC memang viral sebagai istilah tren di dunia maya. Meski terdengar tegas dan disiplin, pola asuh ini lebih mirip dengan gaya otoriter yang berisiko bagi perkembangan anak jika diterapkan terus-menerus.
Ayah dan Bunda tetap bisa mendidik si Kecil agar disiplin tanpa harus keras berlebihan. Keseimbangan antara aturan dan kehangatan akan membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan tetap dekat dengan orang tua.