Dalam memperingati Hari Anak Nasional, Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) menggelar diskusi publik bertema “Mewujudkan Lingkungan yang Sehat dan Aman untuk Anak”. Acara ini turut dimeriahkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) dan didukung oleh Takeda.
Diskusi publik ini menghadirkan tokoh penting dari berbagai pemangku kepentingan termasuk swasta, lembaga masyarakat dan pemerintah. Hal ini ditujukan untuk membahas berbagai tantangan dalam upaya penanggulangan stunting hingga call-to-action yang bisa dilakukan untuk menuju Indonesia maju.
“Masalah kesehatan anak di Indonesia ini adalah masalah kita bersama dan mencakup berbagai aspek yang hanya bisa diatasi secara kolektif. Oleh karena itu, Hari Anak Nasional menjadi momentum penting bagi KemenPPPA untuk berkolaborasi dengan Kemenkes, PKJS-UI dan Takeda. Bersama-sama kami berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman bagi anak-anak Indonesia, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi generasi yang produktif dan berdaya saing untuk kemajuan Indonesia yang lebih baik,” ungkap Bintang Puspayoga, S.E, M.Si, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Menurut Bintang, aanak-anak termasuk kelompok rentan terhadap beberapa gangguan kesehatan. Di antaranya seperti stunting dan penyakit yang mengancam jiwa, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD).
Terlebih lagi, polusi udara di wilayah Jabodetabek saat ini sangat tinggi dan anak-anak adalah kelompok yang paling rentan untuk terdampak.
Baca Juga: Jakarta Jadi Kota Paling Berpolusi di Dunia, Pakai Masker Lagi, Bun!
Stunting dan Sanitasi Masih Jadi Persoalan Bersama
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia telah mengalami penurunan. Persentasenya mencapai 24,4% pada 2021 dan turun menjadi 21,6% pada 2022. Hasil positif ini menunjukkan kemajuan upaya negara dalam mengatasi masalah gizi buruk dan mempromosikan kehidupan yang lebih sehat bagi anak-anak.
Berbagai program pemerintah seperti Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) turut berperan dalam penurunan angka stunting.
Menjaga kebersihan lingkungan sekitar juga menjadi faktor kunci dalam pencegahan stunting. Dimana kurangnya akses pelayanan yang baik dan kondisi air, sanitasi yang kurang baik, serta bangunan yang kurang memadai, bisa berdampak serius bagi pertumbuhan dan kesehatan anak.
Tidak hanya stunting yang menjadi dampaknya, lingkungan yang buruk juga memperbesar risiko penyebaran demam berdarah dengue yang membahayakan kesehatan anak-anak. Oleh karena itu, upaya penanggulangan stunting dan sanitasi yang lebih baik merupakan langkah krusial untuk mewujudkan masa depan cerah anak-anak Indonesia.
Sementara itu, Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D., selaku Ketua PKJS UI di kesempatan yang sama juga menegaskan komitmen PKJS-UI dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
“Kami sangat bangga dapat berkolaborasi dengan KemenPPPA, Kemenkes dan Takeda dalam menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia,” ungkap Aryana.
Melalui penelitian, pendidikan, dan keterlibatan masyarakat, ia berupaya mengembangkan strategi yang efektif untuk mengatasi masalah gizi buruk pada anak. Termasuk juga dalam meningkatkan kesehatan dan perlindungan penyakit bagi anak secara keseluruhan di Indonesia.
Hari Anak Nasional Jadi Momentum Dimulainya Vaksin DBD oleh Kemenkes dan Takeda
Menyambut hal tersebut, Kemenkes menegaskan komitmennya untuk terus berperan aktif dalam memperbaiki kesehatan anak-anak Indonesia. drg. Widyawati, M.K.M., Plt. Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenkes RI menyatakan “Kami mengakui pentingnya upaya kolaboratif antara pemangku kepentingan dalam meningkatkan kesehatan anak-anak di Indonesia. Besar harapan kami kegiatan ini bisa menjadi langkah menuju aksi kolaborasi konkrit antara pemangku kepentingan dalam memecahkan masalah kesehatan anak. Termasuk stunting dan ancaman demam berdarah dengue,”.
Terkait dengan pencegahan demam berdarah dengue, Takeda sebagai perusahaan biofarmasi terkemuka menghadirkan pencegahan inovatif melawan demam berdarah dengue melalui vaksinasi.
Takeda bertujuan untuk mencegah penyebaran DBD demi melindungi anak-anak Indonesia dari ancaman kesehatan yang serius. Mereka turut serta membantu pemerintah dalam meraih target Nol Kematian Akibat Demam Berdarah Dengue Tahun 2030.
Andreas Gutknecht, General Manager Takeda mengatakan, “Takeda sebagai perusahaan inovator biofarmasi, berkomitmen untuk membantu mengatasi penyakit serius pada anak. Seperti leukimia atau penyakit langka seperti hemofilia. Kami bekerja keras untuk memastikan bahwa obat-obatan kami yang menyelamatkan nyawa dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Baik melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau program akses pasien kami. Tentunya hal yang lebih baik dari mengobati penyakit adalah mencegahnya. Kami amat bangga bahwa vaksin kami dapat membantu orangtua untuk melengkapi perlindungan keluarga dari penyakit yang mengancam jiwa, yaitu DBD”.
Diskusi Publik dalam Peringati Hari Anak Nasional
Diskusi publik kolaboratif bertema “Mewujudkan Lingkungan yang Sehat dan Aman untuk Anak” ini akan dimulai dengan memetakan kesehatan anak. Mulai dari stunting akibat gizi buruk sampai dengan angka kematian anak di bawah usia lima tahun di Indonesia. Prevalensi penyakit infeksi seperti diare, ISPA dan demam berdarah juga turut dibahas.
Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan masalah kesehatan anak tak luput menjadi bahan diskusi. Termasuk diantaranya sanitasi buruk, rendahnya pemahaman akan pentingnya kebersihan, keterpaparan asap rokok, serta akses terhadap air bersih dan keterbatasan fasilitas kesehatan.
Pemetaan ini lalu akan dibedah lebih jauh dari berbagai aspek termasuk diantaranya program atau regulasi terkait kesehatan anak yang ada saat ini, kendala dalam pelaksanaan programnya, harapan kedepannya hingga usulan kerjasama pemangku kepentingan dalam penanggulangan masalah kesehatan anak.
Usai pemaparan peta masalah kesehatan anak, maka dilanjutkan dengan diskusi panelis. Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari sektor swasta maupun pemerintah. Panelis antara lain:
- drg. Widyawati, M.K.M., Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
- Prof. Dr. H. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si., Lembaga Perlindungan Anak Indonesia;
- dr. Hasbullah Thabrany, M.P.H., Dr.P.H., Ketua Komite Nasional Pengendalian Tembakau/Komnas PT;
- Dr. dr. Brian Sri Prahastuti, M.P.H., Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Republik Indonesia;
- Iing Mursalin, Program Lead Manager Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil, Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) Republik Indonesia; dan
- dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), M.P.H., Ketua III Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Ini merupakan upaya Takeda dalam penanggulangan demam berdarah dengue yang bisa menjadi langkah nyata menuju nol kematian pada tahun 2030.
“Terkait dengan hal tersebut, Takeda meluncurkan website www.cegahdbd.com, IG @cegahdbd.id, FB Cegah Demam Berdarah, Youtube CegahDBD, dan kampanye #Ayo3MplusVaksin. Demi meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya demam berdarah dengue dan memberikan edukasi akan perlindungan yang komprehensif terhadap demam berdarah dengue,” tutup Andreas.