Perilaku anak yang sok jagoan ini ternyata bukan hal yang tabu dalam bidang psikologis. Sikap tersebut dalam dunia kejiwaan dikenal dengan nama Superioritas Kompleks.
Masalah mental ini biasanya dapat terlihat sejak si kecil berusia lima tahun. Sikap sok jagoan ini biasanya sering disalahartikan sebagai sikap percaya diri, padahal keduanya sangatlah bertolak belakang.
Anak yang percaya diri tidak memerlukan validasi dari orang lain ketika dia melakukan sesuatu. Mereka bahkan mampu menerima kegagalan dengan tegar dan senang membantu orang lain karena sifat positif yang ada di diri mereka.
Sementara itu, anak-anak yang sok jagoan atau memiliki masalah superioritas kompleks sangat membutuhkan validasi dari setiap tindakannya. Mereka perlu diakui keberadaannya dan menutupi kekurangannya dengan sikap superior yang berlebihan.
Anak-anak dengan gangguan ini bersikap cenderung ingin menang sendiri dan merasa paling benar. Mereka juga tidak merasa perlu menghargai orang lain bahkan tidak segan merundung temannya yang lain karena dia merasa dirinya lah yang berkuasa.
Superioritas Kompleks
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, superioritas diartikan sebagai sikap merasa lebih unggul pada satu atau beberapa hal sekaligus dibanding orang lain.
Dilansir dari Healthline, sikap superioritas kompleks adalah gangguan yang membuat penderitanya merasa dirinya lebih hebat dari orang lain. Anak dengan kondisi ini biasanya suka membual dan percaya bahwa kemampuannya yang terbaik dari yang lain.
Masalahnya, anak yang berperilaku seperti ini sebenarnya adalah anak-anak dengan kepercayaan diri yang rendah. Mereka merasa sok jagoan semata-mata untuk menutupi rasa rendah diri yang ada dalam dirinya.
Ciri-Ciri Anak Sok Jagoan
Ahli Psikolog Alfred Alder, yang menemukan dan mempelajari tentang superiotas kompleks menuliskan ciri-ciri anak yang mengidap masalah ini. Berikut ciri-cirinya:
- Enggan mendengarkan orang lain
- Suka pamer
- Tidak mau disalahkan
- Mudah marah dan kecewa ketika keinginannya tidak terpenuhi
- Suka membual tentang diri sendiri
- Suka mencari perhatian (caper)
- MoodÂ-nya suka berubah dengan cepat (mood swing)
- Selalu merasa dirinya lebih cerdas, lebih penting dan berguna dari yang lain
- Suka meremehkan orang lain
Setelah melihat ciri-ciri ini, mungkin Bunda merasa ada satu-dua gejala yang terlihat pada anak. Sikap tersebut memang mudah diidentifikasi pada diri anak, tetapi tidak semua anak yang mengalami satu-dua gejala tersebut dapat dikategorikan superioritas kompleks.
Banyak dari gejala ini yang juga menjadi indikasi dari masalah kejiwaan lain, seperti gangguan narsistik atau gangguan bipolar. Meski begitu, jika Bunda melihat beberapa gejala yang serupa pada anak, maka lebih baik langsung ditangani dan diberi perhatian.
Penyebab Superioritas Kompleks
Kenapa sih ada anak kecil yang punya sifat sok jagoan?
Setiap hal yang terjadi pasti ada penyebabnya, begitupun sikap superioritas kompleks. Ini perilaku yang harus dihindari orangtua agar si kecil tidak memiliki sikap sok jagoan.
- Sosok orangtua yang terlalu perfeksionis
- Anak terlalu sering dipuji sehingga ia menjadi haus pujian dan berusaha mencari perhatian
- Orangtua yang memaksa anaknya punya nilai bagus, jago olahraga, kursus bahasa asing, dan semacamnya
- Anak dituntut berprestasi dan menjadi idola sejak kecil
- Menceritakan keburukan orang lain di depan anak
- Lingkungan yang buruk dan pola asuh yang salah
Cara Hadapi Anak Sok Jagoan
Jika anak Bunda sudah terlanjur memiliki sikap seperti yang disebutkan di atas, jangan panik ya. Bunda harus tetap dampingi, beri perhatian dan kasih sayang yang cukup untuk anak. Selain itu, Bunda juga perlu melakukan beberapa hal ini:
- Jangan ragu untuk menegur anak jika ia terlihat sombong atau pamer. Dalam menegur pun Bunda harus berbicara dengan lembut. Ajarkan anak cara berbicara dan menegur yang baik, sebab anak peniru ulung
- Bantu dan latih kemampuan bersosialisasinya dengan mengikuti kegiatan seni dan acara-acar anak lainnya yang membantu dia untuk lebih percaya diri
- Mendidik anak dengan pendidikan moral yang kuat
- Bunda tak boleh hanya fokus dan memaksa anak untuk bisa berprestasi dalam hal akademik. Tugas orangtua adalah membimbing anak menemukan bakat dan potensinya, bukan menekan dia untuk menjadi yang terbaik di berbagai bidang
- Latih anak untuk bersikap tanggung jawab sedari kecil. Hal ini bisa dimulai dengan wajib membereskan mainan, membereskan tempat tidur setelah bangun tidur, dan semacamnya
- Biarkan anak mengerjakan tugasnya sendiri dan biarkan anak belajar memutuskan sesuatu dengan rasa tanggung jawab
Jika Bunda melihat gejala tersebut, jangan disepelekan atau diabaikan, ya. Penanganan sedari dini tentu bisa mengurangi dan mengubah anak menjadi pribadi yang lebih baik dan membanggakan ketika dewasa.