Bunda barangkali seringkali bertanya-tanya sikap atau komunikasi seperti apa yang tepat apabila ada saudara atau teman yang terdiagnosa penyakit kronis. Salah satunya kanker payudara. Tentunya ini akan menimbulkan rasa canggung saat berkomunikasi kelak.
Tak jarang ada juga yang salah dalam bersikap atau bahkan tak sengaja menyinggung perasaan si penyintas. Kalau sudah begini tentunya akan menimbulkan rasa tak enak di kedua bela pihak ya.
Untuk itu, agar kesalahpahaman dalam komunikasi itu tidak terjadi, Sang Buah Hati telah membuat rangkuman tahap-tahapan komunikasi yang tepat saat tengah berkomunikasi kepada mereka yang menyintas penyakit kronis.
5 Tahapan Komunikasi yang Tepat pada Penyintas Kanker Payudara
1. Membangun Komunikasi dengan Rasa Empati
Agar obrolan tak menjadi canggung sebaiknya jangan pernah berikan komentar yang terkesan mengasihani atau meminta penyintas untuk sabar dan menerima semuanya sebagai ujian yang harus dijalani di dunia. Karena, dijamin deh obrolan itu takkan berlangsung lama.
Daripada begitu, lebih baik Bunda membangun komunikasi dengan rasa empati serta menerima apapun perasaannya tanpa memberikan komentar terlebih dahulu. Setelahnya barulah Bunda memulai komunikasi dengan menawarkan bantuan, atau dengan kalimat-kalimat yang membuatnya merasa tak sendirian. Contohnya, aku ada di sini dengerin kamu ya, cerita saja; silakan tumpahin saja ya perasaanmu dulu saat ini; dan lainnya.
2. Berkomunikasi dengan Topik Netral
Jangan pernah untuk mengobrol dengan topik terkait penyakit yang diderita penyintas. Apalagi sampai bertanya mengapa penyintas dapat didiagnosis penyakit serius seperti kanker payudara. Sebisa mungkin alihkan komunikasi mengenai topik yang menyinggung, dan lebih baik membahas hal-hal yang menyenangkan agar kesedihannya dapat segera redah.
3. Jangan Lontarkan Pertanyaan yang Mengintimidasi
Pertanyaan mengintimidasi yang dimaksud seperti, “memangnya waktu awal gejala kanker tidak terasa ya?” atau “jarang memeriksakan kesehatan diri ke dokter si makanya bisa terkena kanker payudara”. Hal ini akan sangat menyakitkan bagi penyintas, jadi jangan pernah melontarkan pertanyaan semacam ini ya.
4. Mengganti Topik Apabila Obrolan Tidak Efektif
Apabila obrolan sudah mengarah yang dapat membuat penyintas sedih, lebih baik segera hentikan obrolan dan mengganti topik yang lebih menyenangkan. Seperti membahas film yang sedang trending, dan hal-hal menyenangkan lainnya.
5. Menyarankan Penyintas
Saat penyintas sudah mulai tenang dan menanyakan hal-hal terkait saran mengenai penyakitnya dan Bunda tidak dapat menjawabnya. Maka sarankan penyintas untuk berkomunikasi dengan profesional (seperti dokter, psikolog, atau spesialis lainnya).
Dengan menerapkan tahapan komunikasi-komunikasi di atas, dapat membuat penyintas menjadi lebih tenang karena merasa dimengerti dan membantunya untuk mencapai proses penerimaan.