Postpartum Depression merupakan gangguan psikologis yang kerap terjadi pada ibu setelah persalinan. Penyebabnya bisa karena banyak hal misalnya karena fisik (perubahan hormon dalam tubuh) dan emosional (suasana hati).
Meski sama-sama gangguan psikologis pasca persalinan, namun postpartum depression tidak sama dengan baby blues.
Baby blues umumnya terjadi 7-14 hari pasca persalinan. Sedangkan postpartum depression bisa berlangsung lebih dari 14 hari dengan gejala yang lebih parah. Mulai dari sedih berkepanjangan, susah tidur, mudah marah, menarik diri dari orang sekitar, sering timbul keinginan untuk melukai diri sendiri maupun bayi, bahkan tak jarang muncul dorongan untuk bunuh diri.
Penyebab Postpartum Depression
Menurut Psikolog Juniar Dwi Astuti, M.Psi., Psikolog di RS Ernaldi Bahar, ada banyak hal yang memicu postpartum depression. Namun umumnya perubahan hormon adalah faktor utama.
“Selain itu, perubahan kegiatan yang tak lagi sama saat sudah menjadi ibu serta kurangnya dukungan keluarga maupun sosial di lingkungan sekitar juga turut andil memunculkan postpartum depression. Terlebih bagi para ibu yang sebelumnya sudah memiliki riwayat depresi,” jelas Juniar.
Lalu pertanyaannya, apakah postpartum depression dapat dicegah? Jawabannya bisa!
Pencegahan dan Penanganan Postpartum Depression
Juniar mengatakan, cara terbaik untuk mencegah terjadinya postpartum depression yakni dengan mempersiapkan diri sebelum memutuskan hamil dan menjalani masa kehamilan.
“Persiapan tersebut tentu harus didukung suami dan pihak keluarga,” tegasnya.
Selain itu, usahakan untuk menghindari konflik-konflik besar yang mampu memicu terjadinya postpartum depression.
Namun bagaimana jika sudah terlanjur kena atau mengalami postpartum depression? Apakah bisa disembuhkan?
Untuk membantu mengatasi kecemasan dan gangguan psikologisnya, dibutuhkan beberapa bantuan dari seorang profesional, mulai dari psikiater, psikolog, dokter anak, konselor laktasi hingga ahli gizi.
“Untuk bantuan psikiater dibutuhkan apabila keluhan ibu sudah mencapai tahap membahayakan diri sendiri dan orang lain misalnya kesulitan mengontrol emosi atau memiliki keinginan untuk bunuh diri,” lanjutnya.
Kemudian psikolog dibutuhkan untuk membantu membenahi pikiran agar lebih berproses dan adaptif melalui fase tersebut. Caranya dengan melakukan psikoterapi dengan teknik tertentu.
Sementara dokter anak, konselor laktasi, maupun ahli gizi, jelas Juniar, dibutuhkan untuk membantu menjawab semua kecemasan ibu terkait hal tersebut.
Lebih dari itu, Juniar juga menegaskan jika ibu yang terkena postpartum depression sangat memerlukan dukungan dari orang-orang terdekatnya, terutama suami.
“Dukungan tersebut bisa diberikan dengan cara mendengarkan keluh kesahnya dan memberikan empati sehingga ibu yang baru saja bersalin akan merasa lebih diterima dan percaya diri untuk melalui masa sulit tersebut bersama orang tercinta,” tutup Juniar.