Kelahiran prematur memang hal yang kerap terjadi dan dapat dialami oleh siapa saja. Karena pada umumnya penyebab kelahiran prematur sulit terdeteksi sejak dini.
Menurut riset dari organisasi kesehatan dunia (WHO), 1 dari 10 anak lahir prematur. Setiap tahun diperkirakan 15 juta anak di seluruh dunia lahir sebelum waktunya (lebih dari 3 minggu sebelumnya). Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019 menunjukkan bahwa 84% kematian pada anak yang baru lahir di Indonesia disebabkan oleh kelahiran prematur.
Menyikapi hal tersebut, bertepatan dengan Hari Prematur Sedunia pada 17 November 2021, Danone Specialized Nutrition Indonesia (Danone SN Indonesia) menyelenggarakan Bicara Gizi yang mengangkat tema Tantangan dan Penanganan Kesehatan bagi Ibu dan Anak Kelahiran Prematur.
“Sesuai dengan tema Hari Prematur Sedunia tahun ini yaitu ‘Zero Separation, ACT NOW!’, kami berharap acara ini dapat memberi edukasi tentang cara pencegahan dan penanganan kesehatan bagi ibu dan anak kelahiran prematur,” ujar Arif Mujahidin, Corporate Communications Director Danone Indonesia.
Faktor Risiko Penyebab Kelahiran Prematur
Faktor risiko yang berpotesi menyebabkan kelahiran prematur dapat dikategorikan menjadi tiga karakteristik, yaitu karakteristik ibu, karakteristik nutrisi, dan karakteristik kehamilan.
Lebih jelas Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Fetomaternal Dr. dr. Rima Irwinda, Sp.OG(K) memaparkan karakteristik ibu biasanya terikat usia, kebiasaan merokok, dan kondisi psikologis.
Kemudian, untuk karakteristik nutrisi terkait indeks massa tubuh, kenaikan berat badan selama kehamilan, kebiasaan makan, kebiasaan minum kopi, dan konsumsi suplementasi.
Sedangkan faktor risiko berdasarkan karakteristik kehamilan meliputi riwayat persalinan, riwayat melahirkan anak kembar, masalah kesehatan selama kehamilan dan riwayat pemeriksaan USG.
Riwayat kelahiran dapat meningkatkan risiko prematur bagi ibu yang memiliki riwayat abortus (1,9 kali lebih berisiko), riwayat persalinan prematur (3 kali lebih berisiko), dan riwayat persalinan sesar (2,9 kali lebih berisiko).
Selain itu, usia ibu melahirkan kurang dari 19 atau lebih dari 35 tahun, stress maternal yang dialami ibu, dan jumlah cairan ketuban yang tidak normal juga dapat meningkatkan risiko preterm.
“Adapun upaya yang dapat ibu lakukan untuk menurunkan risiko kelahiran prematur adalah dengan memperhatikan kebutuhan nutrisi melalui suplementasi Omega 3, Zinc, Vitamin D3, atau multi-mikronutrien,” ujar dokter Rima.
Perawatan pada Anak Kelahiran Prematur
Kesulitan utama dalam kasus prematur adalah perawatan anak lahir prematur. Sebab anak kelahiran prematur memiliki kesulitan tersendiri untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim akibat ketidakmatangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan sistem pencernaan.
“Karena itulah, anak kelahiran prematur membutuhkan waktu untuk mengejar perkembangan dan pertumbuhannya. Untuk meminimalkan dampak negatif selama perawatan, upaya yang dapat dilakukan ibu adalah menjaga agar BBLR berada dalam kondisi yang optimal salah satunya dengan menerapkan developmental care,” ungkap Dokter Spesialis Anak Konsultan Neonatologi Dr. dr. Putri Maharani TM, Sp.A(K).
Prinsip developmental care, lanjut dokter Putri, meliputi keterlibatan keluarga, meminimalkan stres, dan mengoptimalkan pemberian ASI sebagai nutrisi yang terbaik bagi bayi. Sebab bayi prematur biasanya membutuhkan lebih banyak nutrisi agar bisa tumbuh sehat seperti bayi lainnya.
Pemantauan berkala, perawatan, dan penanganan khusus menjadi faktor penting bagi tumbuh kembang anak kelahiran prematur. Faktor kenyamanan dapat menurunkan metabolisme tubuh yang pada akhirnya dapat meningkatkan saturasi oksigen.
Anak lahir prematur yang mendapatkan intervensi kenyamanan yang kondusif dapat memaksimalkan energi yang dimiliki untuk mendukung tumbuh kembangnya sehingga lebih cepat dalam mencapai kondisi kesehatan yang optimal.
Faktor kenyamanan dapat dilakukan dengan membangun ikatan yang kuat (bonding time) antara orang tua dan si kecil dan mempertahankannya sesuai usia pertumbuhan anak.
Selain itu, stimulasi sejak dini juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak baru lahir. Stimulasi dapat merangsang hubungan antar sel otak (sinaps).
Karena itulah, dokter putri menyarankan untuk sesering mungkin memberikan stimulai agar dapat menguatkan hubungan sinaps. Variasi rangsangan akan membentuk hubungan yang semakin luas dan kompleks sehingga menstimulasi terbentuknya multiple intelligent.
“Namun perlu diingat, pemberian stimulasi harus diimbangi dengan pemeriksaan deteksi dini tumbuh kembang oleh tenaga medis dan orang tua agar penyimpangan tumbuh kembang pada anak dapat terdeteksi sedini mungkin, sehingga intervensi atau rencana tindakan akan lebih mudah dilakukan.” tutup dokter Putri.