Setiap era tentu memiliki pola asuh yang berbeda. Termasuk di era digital yang ditandai dengan hadirnya beragam teknologi, perangkat dan jaringan internet yang mumpuni.
Tak bisa dipungkiri, era digital memang memberi banyak kemudahan di beragam aspek kehidupan. Namun di balik semua itu, orang tua perlu berhati-hati. Terlebih saat menerapkan pola asuh bila tak ingin hal buruk terjadi pada buah hati.
Plus Minus Era Digital
Athalia Sunaryo, M.Psi., Psikolog dari Lifespring Counseling and Care Center mengatakan bahwa di era digital ini, anak-anak umumnya sudah melek teknologi bahkan mungkin lebih ahli dibanding orang dewasa atau orang tuanya.
Mereka juga lebih mudah mengakses beragam informasi dari berbagai belahan dunia. Tinggal klik atau menyentuh layar gadget, maka berbagai informasi yang diinginkan dalam sekejap sudah ada di depan mata.
Selain itu, melalui aplikasi tertentu atau permainan video, kreativitas anak juga jadi lebih terlatih. Namun sayangnya, di balik manfaat positif tersebut, terdapat juga dampak negatif yang dapat mempengaruhi aspek perkembangannya. Tak tercekuali kemampuan bersosialisasi.
“Contohnya sudah banyak di sekitar kita. Kini banyak anak-anak usia dini yang asyik bermain gadget tanpa mempedulikan suasana sekitar. Padahal di usia tersebut seharusnya anak lebih banyak bersosialisasi dan belajar lewat panca inderanya,” kata Athalia.
Parahnya, kondisi tersebut kerap tidak disadari oleh orang tua. Bahkan banyak di antaranya yang beranggapan memberikan konten belajar melalui gadget adalah suatu keharusan agar anak tidak ketinggalan zaman.
Terlebih anak yang diberi gadget akan lebih tenang sehingga ‘tidak mengganggu’ kesibukan orang tuanya.
“Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Sebenarnya penggunaan gadget hanya memberikan stimulasi pada indera penglihatan dan pendengaran anak saja. Sementara indera lainnya tidak tersentuh. Contohnya ketika anak melihat jeruk di gadget dengan buah jeruk asli tentu akan berbeda manfaatnya. Jika di gadget anak hanya bisa melihat bentuk dan warnanya, namun saat memegang buah jeruk asli, mereka bisa melihat warna buah, bentuk sekaligus menyentuh tekstur dan mencium aroma buah tersebut. Dengan begitu, anak bisa mendapatkan berbagai macam stimulasi hanya dari satu buah saja,” tutur Athalia panjang lebar.
Selain masalah stimulasi, Athalia juga mengatakan semakin erat hubungan anak dengan gadget, maka semakin jauh ikatan batin antara orang tua dengan anak. Akibatnya, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang tertutup dan bukan tidak mungkin mengalami keterlambatan bicara karena kemampuan berbahasa atau bersosialisasinya kurang diasah lewat interaksi sosial secara langsung sejak dini.
Lebih lanjut Athalia juga mengkhawatirkan penggunaan gadget dapat menghambat kemampuan motorik anak. Pasalnya, anak yang sudah dikenalkan gadget sejak dini hanya terbiasa menggunakan beberapa jarinya saja untuk menyentuh layar.
Alhasil ketika anak diajak belajar menulis atau kegiatan lainnya yang membutuhkan kemampuan motorik, mereka sering mengeluh bahkan menolak dan frustasi karena merasa terlalu sulit.
“Sebenarnya kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan untuk mendekatkan yang jauh. Bukan malah sebaliknya, menjauhkan yang dekat,” tegas Athalia.
Karena itu diharapkan orang tua dapat terus menjalin hubungan yang hangat dan dekat dengan anak. Untuk membangun kedekatan tersebut tidaklah sulit, yang terpenting berilah contoh yang bijak saat menggunakan gadget.
Pola Asuh yang Tepat di Era Digital
Setiap orang tua tentu memiliki naluri untuk mendidik, membesarkan, melindungi, dan mendampingi anak dalam tumbuh kembangnya. Naluri tersebut didapat dari pengalaman mereka sewaktu kecil. Berangkat dari situlah, orang tua harus menetapkan terlebih dahulu pola asuh seperti apa yang akan diterapkan kepada buah hatinya.
Lebih lanjut Athalia menekankan bahwa di era digital ini, tanggung jawab pengasuhan harus selalu berada di tangan orang tua, bukan teknologi. Itu sebabnya, yang bisa mendampingi, menenangkan, dan menyenangkan anak seharusnya orang tua bukan gadget.
“Misalnya gini, saat anak tantrum jangan langsung memberikan gadget, ada baiknya orangtua menemukan cara lain yang lebih tepat untuk menenangkan mereka,” ungkapnya.
Meski demikian, Athalia juga mengatakan bahwa teknologi memiliki banyak sisi positif. Karenanya memperkenalkan anak kepada teknologi di era digital sudah menjadi suatu keharusan. Hanya saja dalam prakteknya, orang tua harus lebih bijaksana dan siap memberikan batasan-batasan.
“Ingat ya, jika ingin membatasi penggunaan gadget, alihkan dengan kegiatan lain yang sepadan. Misalnya dengan kegiatan alternatif lain yang menyenangkan seperti bermain board game atau bermain di taman. Intinya, orang tua perlu memfasilitasi anak dengan kegiatan alternatif yang menarik. Akan lebih baik lagi jika kegiatan itu bisa dilakukan bersama dengan keluarga,” tutup Athalia.