Orang tua mana yang tak khawatir bila buah hatinya yang telah berusia 24 bulan belum bisa mengucapkan sepatah kata pun dengan jelas, termasuk “mama” atau “papa”.
Hal tersebut tentu membuat orang tua bertanya-tanya. Apakah si kecil mengalami speech delay?
Oleh karena itu, bila hal tersebut terjadi, jangan ragu untuk membawanya ke klinik tumbuh kembang anak guna menjalani pemeriksaan lebih lanjut bersama ahlinya.
Mengenal Speech Delay
Speech delay merupakan gangguan keterlambatan bicara yang bisa dipicu oleh berbagai hal, misalnya kecerdasan yang rendah, gangguan pendengaran, hiperaktif hingga autisme.
“Memang tak bisa dipungkiri, tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda. Namun orang tua juga perlu tahu patokan normal perkembangan anak, termasuk kemampuan berbicara,” jelas dr. Sunarti Afif, SpKFR dari Klinik ASA BSD, Tangerang Selatan.
Dengan mengetahui potokan tersebut, orang tua dapat mengambil ancang-ancang apabila ada masalah pada buah hatinya.
Lebih lanjut dokter Sunarti menjelaskan, di usia 3 bulan seharusnya anak sudah mulai menunjukkan perkembangan bicara yang ditandai dengan suara gumaman (fase cooing).
Kemudian, memasuki 6 bulan anak sudah bisa mengeluarkan suara babbling seperti “da da da”.
Mendekati 1 tahun tepatnya di usia 9 bulan, anak biasanya sudah bisa mengeluarkan kata yang lebih bervariasi. Seperti “ma ma ma” atau “ta ta ta” yang mana suara tersebut memiliki variasi konsonan dan vokal yang lebih banyak.
Nah, memasuki usia 1 tahun, umumnya anak sudah bisa mengucapkan kata “mama” meski dirinya sendiri belum paham dengan arti kata tersebut. Lalu, menginjak usia 1,5 tahun, rata-rata anak sudah bisa mengucapkan setidaknya 10-15 kata.
“Kemampuan bahasa tersebut akan terus meningkat seiring perkembangan usianya. Pada usia 24 bulan misalnya, anak dapat menguasai sebanyak 50 kata, seperti susu, mata, hidung, dan lain sebagainya. Meskipun artikulasi atau pengucapannya belum sempurna,” ungkap dokter Sunarti.
Di samping itu, anak usia 2 tahun juga mulai bisa merangkai kalimat yang terdiri dari dua kata seperti “aku mau” atau “mama minta”.
Barulah menjelang usia 3 tahun, anak bisa merangkai kalimat yang lebih panjang seperti “mama minta susu” atau “aku mau main”.
Namun, dokter Sunarti menyayangkan, kebanyakan orang tua lebih fokus pada hal yang mudah terlihat seperti tinggi atau berat badan.
Akibatnya, kebanyakan dari mereka baru menyadari jika anaknya mengalami speech delay saat usianya 2 tahun. Padahal, semakin cepat terdeteksi dan ditangani, tentu akan semakin baik.
Stimulasi dan Pengaruh Gadget
Dokter Sunarti juga menyoroti fenomena yang terjadi belakangan ini, di mana gadget semakin jamak digunakan oleh balita.
Tak hanya itu, orang tua pun sering membiarkan anak menonton televisi tanpa memperhatikan screen time. Alasannya tentu agar mereka lebih anteng dan tidak rewel.
“Anak yang hobi nonton video di internet memang bisa berbicara tetapi tidak bisa berkomunikasi dua arah. Jadi saat ditanya “sudah makan atau belum?” anak akan diam dan tak mengerti. Hal tersebut jelas berbahaya. Sebab fungsi bahasa adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain,” tegasnya.
Oleh karena itu, dokter Sunarti menyarankan agar anak tidak dibiarkan bermain gadget atau menonton televisi dalam waktu lama. Lebih baik ajak anak bermain sembari menstimulasi kemampuan bahasanya.
Caranya bisa dengan menyebutkan nama-nama benda di sekitar, membacakan buku cerita, memintanya untuk mengungkapkan perasaan, atau melakukan komunikasi dua arah dan tanya jawab sederhana.
“Melalui cara ini anak bisa mengumpulkan kosa kata lebih banyak dan mengerti apa yang dibicarakan atau ditanyakan kepadanya,” tutup dokter Sunarti.